Kaluna tidak tidur nyenyak semalam. Gelisah, tubuhnya benar-benar tidak nyaman, perasaan lelah, sedih, marah, dan letih bercampur jadi satu. Namun, seperti biasa, ia bangun paling cepat. Jam dinding belum mencapai pukul tujuh ketika Kaluna sudah berdiri di dapur kecil apartemen Rafka. Hening, hanya suara tetesan air dari keran yang tak tertutup rapat. Ia memutuskan untuk memasak, sekadar mengisi waktu dan menenangkan pikirannya. Dari roti tawar yang tersisa, ia membentuk potongan hati dengan cetakan kecil, menumisnya bersama telur dadar tipis, lalu menambahkan sedikit taburan keju parut. Hasilnya sederhana, tapi cukup manis untuk disebut sarapan. Tiba-tiba, pintu apartemen terbuka. Suara gesekan kunci otomatis membuatnya menoleh cepat. Kaluna sedikit kaget. “Selamat pagi, Ibu.” Suara it