Danau

1577 Words
Kesal. Kata tersebutlah yang cocok untuk menggambarkan kondisi hati Jennifer saat ini. Bagaimana tidak? Ibram Abraham, satpam kepercayaan Nicholas tersebut mengikutinya hingga ke salon. Walaupun pria tersebut menggunakan mobil yang berbeda, tetap saja Jennifer merasa tak suka. Hingga dua jam berlalu dan Jennifer telah menyelesaikan seluruh rangkaian perawatannya, Jennifer masih saja uring-uringan dan menolak kehadiran pria yang Jennifer rasa sama sekali tak ia perlukan. Kini, matanya mendelik melihat ke arah Ibram yang berdiri di hadapan mobil bersama Rama dan tengah bercengkerama. Jennifer langsung menghampiri keduanya dan menyilang tangannya di d**a dengan hati-hati, tak mau menyakiti tangan kanannya yang masih terbalut perban. Matanya melirik ke arah Ibram dan Rama secara bergantian. “Aku sudah selesai dengan perawatanku, bisakah kita pergi sekarang? Ibram, aku mohon agar kau pulang saja ke rumah dan jaga rumah! Aku dan Rama akan pergi ke lain tempat!” titah Jennifer dengan nada penuh ketegasan. “Kit akan pergi ke mana, Nona?” tanya Rama dengan cepat, sama sekali tak tahu kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh majikannya tersebut di hari ini. Jennifer langsung menjawab, “Aku akan bertemu dengan Darel di salah satu tempat wisata, dan aku sama sekali tidak berharap jika Ibram akan membuntuti kita.” “Tapi aku akan tetap ikut bersamamu, ke mana pun kau pergi,” tegas Ibram tak terbantahkan, sama sekali tidak terpengaruh dengan fakta jika wanita yang tengah bersamanya adalah majikannya yang seharusnya memiliki kendali lebih atas dirinya. Ibram sama sekali tak peduli akan hal tersebut, ia justru akan tetap mengikuti apa yang telah direncanakannya untuk menjaga Jennifer. Ibram sangat tahu dan menyadari jika bahaya bisa ditemukan di mana saja, maka dari itu ia harus menjaga Jennifer di mana pun wanita itu berada. Sama sekali tak peduli jika wanita itu tak menyukainya. Kalimat yang diucapkan oleh Ibram membuat Jennifer memusatkan perhatiannya pada satpam tersebut, dadanya naik turun karena napasnya yang mulai memburu. “Mengapa kau selalu menimpali ucapanku? Sekarang aku berbicara sebagai anak dari Tuan Nicholas Kielle, aku perintahkan dirimu agar kembali ke rumah dan tak perlu mengikutiku!” “Dan Tuan Nicholas Kielle yang kau maksud telah memberikanku perintah untuk menjagamu, jadi maaf aku sama sekali tak bisa mengabulkan permintaanmu.” Jennifer menghela napas panjang seraya mengalihkan pandangannya. Ia semakin kesal saja pada sosok tersebut. “Terserah,” tutur Jennifer seraya masuk ke dalam mobilnya yang sudah dibuka oleh Rama. Lebih baik ia menyerah karena Jennifer yakin jika satpamnya yang sangat menyebalkan tak akan membiarkannya menang. Ibram pun tersenyum setelah melihat Nona Muda Kielle masuk ke alam mobil, ia pun dengan segera menaiki mobil yang dikendarainya seorang diri, yang posisinya tepat berada di belakang mobil yang Jennifer tempati. Ternyata mengawal Jennifer ke mana pun wanita itu pergi cukup menyenangkan, walau pada awalnya Ibram sempat merasa bosan karena harus menunggu selama dua jam di depan salon yang banyak dimasuki oleh wanita. Yang terpenting sekarang adalah, Ibram bisa memastikan jika Jennifer Kielle baik-baik saja. *** “Jadi sekarang kau memiliki seorang pengawal?” tanya Darel seraya melirik ke arah Ibram yang berjalan bersama sosok Rama di belakang tubuhnya. Jennifer menganggukkan kepalanya dengan cepat, bibirnya mengerucut menandakan jika ia tengah merasa kesal. “Tapi sebenarnya itu hanya inisiatifnya. Kau tahu, setelah kemarin ada yang melempar bom dan meledak di tanganku, aku tertimpa masalah yang sangat besar!” Kejadian bom yang meledak di tangannya sore kemarin sudah Jennifer ceritakan pada Darel, dan sahabatnya yang menyebalkan dan royal tersebut sangat kaget dan juga khawatir, apalagi ketika melihat perban yang melingkar di tangan kanan Jennifer yang bisanya dipasangi berlian. “Dengan meledaknya bom di tanganmu saja itu adalah masalah besar. Bagaimana bisa kau memegang sebuah bom?” gerutu Darel, tidak menyangka jika sahabatnya akan dengan bodohnya memegang bom hingga meledak di tangan. Untung saja bom yang dilempar berukuran kecil dan hanya melukai tangan Jennifer saja. Bagaimana jika bom yang dilempar berkekuatan lebih besar? Bisa-bisa Jennifer tewas di tempat. Jennifer mendengus kasar. “Tentu saja aku tidak tahu jika itu adalah sebuah bom. Yang aku lihat di televisi, biasanya bom itu berwarna merah. Sedangkan bom yang kemarin meledak di tanganku berwarna merah muda, sangat menggemaskan dan aku menyukainya. Aku berpikir jika ada seorang yang memberiku hadiah lewat jendela, ternyata itu adalah malapetaka!” Keduanya yang kini berada di salah satu tempat wisata berhenti di sebuah tempat duduk yang menghadap langsung ke arah danau. Jangan bayangkan suasana sepi yang cocok untuk dijadikan tempat merenungi diri, danau yang mereka kunjungi sangat ramai hingga Jennifer sendiri pun tak bisa melihat danau hijau dengan jelas. Untung saja niat kedatangannya ke sini bukanlah untuk melihat danau, ia hanya ingin bertemu dengan Darel dan mengadukan apa yang telah terjadi padanya. Walaupun Darel memiliki sikap yang menyebalkan, tetapi ia cukup bisa diandalkan soal mendengarkan cerita. Setidaknya, Darel adalah orang paling tepat dan menyimpan banyak cerita hidup Jennifer selama ini. “Kau harus lebih berhati-hati, aku setuju jika sekarang kau memiliki seorang pengawal. Aku yakin, akan banyak bahaya yang menimpamu di kemudian hari,” ungkap Darel seraya menatap orang-orang yang berkumpul di hadapan danau. Berbeda dengan Darel, Jennifer justru mendelik ke arah Darel dengan kesal, ia merasa jika dirinya baru saja didoakan akan mendapatkan banyak kejadian membahayakan di masa depan. “Mengapa aku jadi merasa jika kau sedang mendoakan aku untuk kejadian bahaya berikutnya? Mungkin kemarin hanya orang iseng saja.” Gelengan kepala yang ditunjukkan oleh Darel menandakan jika pria tampan tersebut tak setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Jennifer. Pria itu lantas menatap Jennifer dengan tatapan yang sangat serius. “Dengarkan aku, Jen.” Darel mengangkat tangan kanan Jennifer yang terbalut perban. “Apa kau yakin jika apa yang menimpamu hanya sekedar iseng belaka? Iseng dengan melempar bom? Itu sama sekali bukan hal yang lucu, aku yakin jika seseorang yang melakukannya adalah orang yang mempunyai niat jahat. Kau tidak boleh abai!” Setelah mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Darel, Jennifer tiba-tiba saja menutup mulutnya dengan mata melotot. “Apakah mungkin jika ini adalah ulah fans fanatik Dave Damian yang iri karena aku cantik paripurna dan dia takut jika aku bisa mendapatkan Dave?” Embusan napas kasar adalah respons yang diberikan untuk kalimat yang baru saja keluar dari mulut Jennifer. Darel seharusnya sudah menyangka bagaimana kedangkalan otak sahabatnya tersebut yang pemikirannya tidak jauh-jauh dari seorang aktor terkenal yang tidak mengenal Jennifer sama sekali. “Mengapa fans fanatik Dave Damian harus iri padamu? Memangnya kau siapa?” “Aku Jennifer Kielle,” balas Jennifer dengan cepat dan bangga. Tangan kirinya menepuk dadanya dengan cepat. “Dan siapa kau bagi Dave?” “Aku calon istri masa depannya. Kau tahu, aku sudah menyusun rencana masa depan yang sangat indah bersamanya.” “Aku curiga jika masa depan yang kau bayangan, akan tetap menjadi asa depan selamanya,” cibir Darel dengan tatapan yang menyebalkan di mata Jennifer. “Artinya?” “Artinya, tak akan pernah tercapai sama sekali!” Sebuah tamparan mendarat dengan mulus di pipi Darel setelah kalimatnya ia akhiri dengan tawa. Jennifer terlihat sangat kesal dengan apa yang baru saja diungkapkan oleh sahabat prianya tersebut. Dan kalimat yang diungkapkan oleh Darel pun membuat Jennifer kembali memikirkan rencana pernikahan gila yang disusun oleh ayahnya. “Aku juga ingin menceritakan sesuatu padamu, apa kau tahu jika Daddy sudah menjodohkanku dengan seseorang? Dan apa kau tahu siapa yang dijodohkan bersamaku?” pekik Jennifer dengan histeris. Dan tingkahnya yang seperti itu sempat membuat atensi beberapa orang teralih. Darel dengan otomatis langsung mengusap wajahnya. Ternyata membawa Jennifer ke tempat umum yang dikunjungi banyak orang bukanlah hal yang tepat, Darel merasa malu dibuatnya. Setelah menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, Darel pun membalas, “Tentu saja aku tidak tahu. Jadi siapa yang dijodohkan denganmu? Aku yakin jika pria itu bukanlah Dave Damian.” “Dia!” Jennifer memutar tubuhnya dan menunjuk Ibram yang tengah berdiri bersama Rama tak jauh di posisi duduk mereka. “Rama? Sopirmu sendiri?” “Bukan-bukan, tetapi yang di sebelahnya!” elak Jennifer. “Pengawalmu?” Darel ternganga setelah pertanyaan yang dilontarkannya mendapatkan anggukan kepala dari Jennifer. “Dan apa kau menerima perjodohannya?” tanya Darel walau ia sudah tahu jawabannya. Mimik wajah yang ditunjukkan oleh Jennifer, jelas menunjukkan jika wanita itu tak suka dengan perjodohan yang dialaminya. Dan hal tersebut mengungkapkan fakta jika Jennifer menolak perjodohannya. “Tentu saja tidak! Jennifer Kielle hanya akan menikah dengan Dave Damian! Bagaimana perasaan Dave nantinya jika tahu aku menikah dengan pria lain?” “Aku rasa dia akan merasa biasa saja,” komentar Darel, yang mana kalimat tersebut membuat Jennifer mendelik tak setuju. “Dave akan merasakan patah hati yang sangat luar biasa dan tidak ada yang bisa mengobatinya selain aku sendiri.” “Aku tidak habis pikir bagaimana ayahmu bisa menjodohkanmu dengan seseorang yang menjadi bawahannya sendiri,” gumam Darel seraya menggeleng-gelengkan kepala. Jennifer pun menganggukkan kepalanya lesu. “Aku pun memikirkan hal itu, tetapi Papa bilang jika Ibram adalah pria yang bisa melindungiku.” “Jadi dia bukan pria biasa?” tebak Darel dengan rasa penasaran yang sangat kentara ia tunjukkan. “Papi berkata padaku jika Ibram adalah pria yang hebat. Dia bisa bela diri, menguasai ilmu teknologi, dan juga detektif yang andal. Sudahlah, aku tidak berselara untuk membicarakannya. Kau tunggu di sini, aku akan pergi ke kamar kecil sejenak.” Jennifer langsung bangkit meninggalkan Darel yang hanya menganggukkan kepalanya. Langkahnya tampak tergesa karena ada panggilan alam yang harus ia penuhi. Tanpa sadar, ada seseorang yang jauh dari posisinya, menatapnya dengan tatapan jahat dan senyum miring yang tercetak di bibirnya. Merasa ada kesempatan yang pas, sosok tersebut berjalan mengikuti Jennifer dalam diam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD