“Hallo, apa kau bisa menolongku?” pinta Jennifer pada seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.
Tidak terbiasa meminta bantuan kepada orang asing tidak membuat Jennifer merasa canggung, bahkan ia memasang mimik wajah songong saat mengucapkan permintaannya. Matanya juga menyorot tajam ke arah wanita yang berpakaian mahal di sampingnya.
“Kau meminta tolong atau kau sedang mengajak ribut?” balas wanita itu, tampak kesal dengan kelancangan Jennifer dalam bersikap.
Mendengar pertanyaan tersebut, Jennifer meniup wajahnya sendiri seraya menyilang tangannya di d**a. Kini ia sedang berada di toilet wanita dan hanya mendapati wanita itu yang bersamanya, jadi pilihan terakhir yang Jennifer ambil untuk membuka kunci kamar kecil yang harus ia gunakan adalah meminta tolong kepada wanita tersebut.
Bukan tanpa alasan, tangan kanan Jennifer yang masih terbalut perban tidak mungkin ia gunakan untuk membuka kunci yang tergantung, karena itu akan membuatnya merasakan sakit.
Dan tangan kirinya, tangan kiri tak bisa digunakan sebaik tangan kanan. Jennifer tadi sudah mencoba untuk memutar kunci menggunakan tangan kirinya, dan usahanya tersebut jelas gagal. Padahal, ia sudah tidak tahan untuk membuang air kecil, ingin rasanya Jennifer segera masuk ke dalam bilik kamar kecil tersebut.
“Apa kau tidak bisa mengartikan kalimatku? Jelas saja aku sedang meminta tolong padamu! Jika aku mengajak ribut, maka aku pasti sudah menjambak rambutmu sejak tadi. Kau tahu bukan jika dua wanita bertengkar maka mereka akan saling jambak-menjambak?” sinis Jennifer tanpa tahu malu.
Wanita yang cukup cantik—walau Jennifer merasa dirinya jauh lebih cantik itu pun menghela napas panjang. Ia menyilang tangan di d**a, mengikuti gaya yang dilakukan oleh Jennifer.
Ia berkata, “Dengar, aku tahu kalimatmu mengandung makna permintaan tolong, tapi sikapmu sangat tidak sopan sebagai peminta tolong. Sebaiknya kau belajar norma-norma sebelum meminta tolong kepada orang lain, atau ... tidak akan pernah ada orang yang mau menolongmu!”
Tubuh Jennifer sedikit terhuyung ke belakang setelah wanita tersebut menabrak dirinya dan pergi meninggalkan Jennifer seorang diri. Hal tersebut kontan saja membuat Jennifer mengentak kakinya kesal. Panggilan alamnya semakin terasa saja tetapi ia tidak bisa masuk ke dalam bilik kamar mandi. Semua kamar kecil yang digunakan untuk membuang air di sini terkunci dengan kunci yang masing-masing tergantung di lubangnya.
“Sekarang aku harus meminta tolong pada siapa?” gumam Jenifer dengan gelisah, takut jika ia tidak bisa menahannya lagi.
Merasa tak ada pilihan lain, Jennifer mengirimkan pesan suara kepada Rama agar pria yang berprofesi sebagai sopir itu datang menghampirinya ke mari untuk membantu membukakan pintu. Setelahnya, Jennifer hanya diam seraya mengentak-entakkan kakinya guna menahan keinginannya untuk membuang air kecil.
Rasanya sangat menggelisahkan berada dalam situasi semacam ini.
Suara pintu masuk toilet tiba-tiba saja terbuka, Jennifer tersenyum karena mengira jika yang datang adalah Rama. Namun, yang datang adalah pria lain yang mana tak Jennifer kenal. Tak peduli akan fakta tersebut, Jennifer langsung saja berkata, “Pak, apa kau bisa menolongku?”
Pria tersebut tersenyum dan mengangguk. Tatapan matanya terlihat sangat menyeramkan tetapi Jennifer tidak mau memikirkan hal tersebut untuk sekarang. Yang terpenting baginya sekarang adalah, bisa masuk ke dalam bilik kamar mandi.
“Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Cantik?” Suara bas pria tersebut mengalun dan membuat Jennifer meneguk ludahnya kasar. Nada yang digunakan olehnya terdengar sangat menakutkan.
Jennifer lagi-lagi mencoba untuk tak peduli. “Terima kasih, aku memang sangat cantik. Bisakah kau membukakan kunci salah satu bilik kamar mandi? Aku harus buang air kecil dan aku rasa aku sudah tidak bisa menahannya!”
Tak banyak berkata, pria tersebut pun langsung membukakan pintu untuk Jennifer dengan mudah. Sebelum masuk, Jennifer berpesan, “Aku tidak akan mengunci pintunya dari dalam dan kau jangan coba-coba untuk mengintip!”
Pria tersebut menunjukkan mimik wajah aneh, dan Jennifer lagi-lagi tak mau memedulikan hal tersebut. Ia cepat-cepat masuk ke dalam bilik kamar mandi dan menutup pintunya dengan cara yang sangat kasar.
Tak berselang lama, Jennifer akhirnya selesai dengan hajatnya. Ia bernapas lega seraya tersenyum dan kembali merapikan pakaian yang melekat di tubuhnya. Setelah merasa jika dirinya telah kembali rapi, Jennifer membuka pintunya secara perlahan.
“Akkkh!” Jennifer terpekik kaget ketika melihat seseorang yang menunggunya tepat di depan pintu.
Namun, mimik wajah kagetnya hanya bertahan sekitar satu detik saja karena setelahnya Jennifer terlihat kembali biasa. “Ternyata itu kau, pasti kau belum pergi karena aku belum mengucapkan terima kasih bukan? Baiklah, aku akan mengatakannya sekarang. Terima kasih karena kau telah menolongku.”
Setelah Jennifer mengatakan kalimatnya, sama sekali tak ada respons yang ditunjukkan oleh pria yang tadi membantunya tersebut. Dan hal tersebut membuat Jennifer mengernyitkan dahinya bingung. Jadi apa yang diinginkan oleh pria tersebut?
Tiba-tiba saja Jennifer menepuk keningnya dengan halus. Ia berpikir jika pria tersebut mungkin saja mengharapkan imbalan atas bantuan yang telah diberikan olehnya.
Dengan segera Jennifer pun mengeluarkan sejumlah uang dari tas yang dibawanya dan menyodorkannya ke arah pria menyeramkan tersebut.
“Ini untukmu, kau menungguku untuk ini bukan?”
“Bukan.”
Pria tersebut tersenyum misterius yang mana hal tersebut membuat Jenifer kebingungan. “Kau yakin tidak mau uang? Aku sudah berbaik hati dengan memberimu uang sebanyak ini padahal kau hanya membantuku untuk membuka pintu.”
Byukannya menjawab, pria tersebut maju dan hal tersebut membuat Jennifer secara otomatis memundurkan tubuhnya kembali masuk.
“Kau, mundurlah! Aku tidak terbiasa sedekat ini bersama orang asing!” protes Jennifer. Telunjuknya menahan d**a pria tersebut agar tak lagi mendekat.
Selang satu detik kemudian Jennifer terkaget ketika ada dua tangan yang mendarat di lehernya. Pria asing tersebut mencekiknya dengan sangat kuat hingga Jennifer tak sanggup untuk berteriak. Tak kuat menahan rasa sakit di lehernya, kedua tangan Jenifer dengan sekuat tenaga mencoba untuk melepaskan cekikan yang ada, bahkan Jennifer menggunakan tangan kanannya yang terbalut perban.
“Le—paskan aku!” cicit Jennifer.
Pria yang tengah mencekiknya tersebut tersenyum puas. “Tentu, tapi setelah kau mati!”
Jennifer langsung melotot tajam setelah mendengar kalimat yang disampaikan pria tersebut, apalagi ia sudah tak kuat dengan cekikan yang ada di lehernya.
“SIAPA KAU!”
Bagaikan kehadiran seorang pahlawan, Jennifer bernapas lega kala cekikan yang ada di lehernya terlepas karena pria asing tadi ditarik ke belakang oleh seseorang yang tampak murka. Seseorang tersebut tak lain adalah Ibram yang ternyata datang bersama dengan Rama.
Keduanya tampak sangat kaget, begitu juga dengan pria asing tersebut. Rama bergerak cepat menghampiri Jennifer untuk memastikan keadaan majikannya.
“Apa kau baik-baik saja, Nona Jennifer?” tanya Rama dengan mimik wajah yang sangat khawatir.
Jennifer menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tidak baik-baik saja. Leherku sangat sakit karena pria itu sudah mencekikku dengan sangat kuat.”
Ibram langsung menarik kerah baju yang dikenakan oleh pria itu dan memberikan satu pukulan, yang membuat Jennifer harus memejamkan matanya karena tak sanggup untuk melihat adegan kekerasan secara langsung.
“Siapa kau?” geram Ibram dengan amarah yang memuncak di dalam dirinya. Bisa-bisanya ia kecolongan dan membiarkan Jennifer mengalami kejadian bahaya. Ibram yakin jika orang yang kini masih tersungkur di bawah kakinya tersebut sudah mengintai Jennifer sejak lama.
“Aku bukan siapa-siapa!” Pria tersebut mencoba untuk memberontak, dan berhasil. Ia bangkit dan mencoba untuk melarikan diri.
Tentu saja Ibram tidak tinggal diam, ia akan membuat pria tersebut mengakui asal komplotannya. Ibram yakin jika pria tersebut merupakan salah satu anggota atau suruhan dari salah satu kelompok mafia yang menjadi musuh dari Nicholas.
Ibram terus mengejar pria tersebut hingga mereka berdua terjebak di salah satu lorong yang buntu. Ibram tersenyum masam seraya berjalan mendekati pria yang tampaknya tidak terlatih sama sekali. Dan hal tersebut cukup membuat Ibram merasa heran. Pasalnya, bagian dari kelompok mafia biasanya bukanlah orang sembarangan. Dan jika mereka menggunakan orang suruhan, biasanya orang yang mereka pilih adalah orang yang terlatih.
”Apa yang membuatmu menyakiti Nona Jennifer?” desis Ibram, bergerak maju dan membuat pria tersebut tersungkur di tembok.
Pria tersebut jelas tampak ketakutan, dan hal tersebut semakin membuat Ibram kebingungan. Apa benar ia merupakan orang suruhan salah satu kelompok mafia seperti dugaannya?
“Aku hanya iseng, dia wanita yang sombong!” balas pria tersebut dengan tubuh yang gemetar.
Ibram tahu jika pria tersebut baru saja mengungkapkan sebuah kebohongan. Lantas Ibram menyunggingkan sebuah senyum miring, sebelah tangannya bergerak maju dan mencekik leher pria tersebut dengan sangat kuat.
“Iseng? Jadi seperti ini yang kau sebut dengan iseng?” desis Ibram, semakin kuat mencekik.
Pria tersebut semakin kelabakan dan tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Kedua tangannya mencoba untuk melepaskan cekikan yang ada di lehernya.
“Katakan padaku siapa dirimu, atau siapa orang yang sudah menyuruhmu maka aku akan melepaskanmu!” geram Ibram, mencoba untuk membuat pria tersebut berkata jujur.
Pria tersebut menggelengkan kepalanya pertanda jika ia tidak mau mengatakan apa pun. Hal tersebut membuat Ibram semakin merasa marah dan mencekik pria tersebut lebih kuat lagi.
“Kau lebih memilih untuk ati rupanya!”
Ibram menarik napas, kini ia melepaskan cekikan yang ia berikan pada pria asing tersebut. Namun, ia tidak melepaskan mangsa begitu saja. Tangannya dengan brutal mendaratkan berbagai macam pukulan untuk pria tersebut, yang mana Ibram sama sekali tak memberikan kesempatan bagi pria tersebut untuk membalas.
Setelah merasa jika pria tersebut babak belur, Ibram menunjukkan senyum miring dan akhirnya berhenti. Ia melepaskan tubuh pria tersebut yang langsung tersungkur di bawah kakinya. Ibram meludah tepat di hadapan pria tersebut.
“Itu balasan yang sangat pas untukmu karena sudah berani menyakiti Nona Jennifer!” tukas Ibram seraya melangkahkan kakinya pergi meninggalkan pria tersebut tanpa belas kasih.