Pukul tujuh pagi, Finna bangun, setelah perutnya lebih membaik, dia pun memosisikan duduk disandarkan bantal di belakang. Setelah itu, Deron masuk membawa nampan meletakkan di atas nakas dekat ranjangnya. Menyentuh keningnya, namun ditepisnya.
Deron tahu kalau Finna marah karena membuatnya pingsan. Finna tentu marah sangat benar marah. Kalau saja, tuannya tidak bertindak mengambil obat rasa nyeri haid. Mungkin dia tidak akan pingsan di depannya.
"Maaf, jangan marah, aku salah sudah buat kau jadi seperti ini," ucap Deron melirih.
"Bagaimana saya tidak marah, Tuan seenaknya ambil obat itu," bantah Finna ketus melirih.
Deron menghembus nafas panjang. "Ya, aku sudah minta maaf. Aku mengira kau menolak untuk main, jadi aku memastikan saja."
"Ayo makan, aku membuat buburnya, kalau rasanya tidak enak, jangan salahkan diriku." Deron mulai menyuapi bubur pada Finna.
"Saya bisa makan sendiri, Tuan." Diambil piring dari tangan Deron. Deron menyerahkan padanya. Finna mulai menyuapi pertama di mulut,
Enak! membatin.
"Bagaimana rasanya, padahal aku tidak mencicipinya," ucap Deron melihat Finna lahap menyantapnya.
"Enak, Tuan. Kalah saya sama bubur buatan, Tuan," puji Finna, Deron turut senyum melihatnya.
"Jadi kau masih marah sama aku? Berapa hari akan berhenti dari menstruasi." Deron bertanya sedikit malu sebentarnya.
"Seminggu, Tuan," jawab Finna datar masih lahap dengan buburnya.
"Hah? Seminggu." Dihitung dengan jarinya, Deron terlihat lesu. Haruskah dia libur untuk berhubungan.
"Ada apa, Tuan. Ada yang salah?" tanya Finna selesai makan, kemudian dilanjutkan meminum obat dari dokter Freddy.
"Ah, tidak apa-apa. Ya sudah istirahatlah, cepat sembuh, ya, Honey." Dikecupkan keningnya, lalu keluar dari kamarnya. Finna kembali berbaring tidur, efek obat mulai menyerang rasa kantuk.
Deron kembali menjadi asisten rumah tangga, hari Minggu adalah hari yang libur untuknya. Ini dia malah jadi asisten pengasuh Arletta, menemaninya bermain.
"Papa, tumben tidak olahraga? Biasa di hari Minggu, Papa sibuk dengan Gym dan Fitness?" Arletta bertanya pada Deron.
"Papa, lagi libur ingin bermain sama Arletta, kau tidak suka Papa bermain denganmu?" jawabnya kembali bertanya.
"Suka dong. Kapan-kapan, kita pergi liburan tamasya, ya. Arletta sudah lama tidak ke kebun binatang,” celoteh Arletta mengangkat kepala tersenyum pada Deron.
"Iya, Sayang, jika Papa tidak sibuk," balasnya mengecup pipi tembamnya.
Sudah jam tujuh malam, Finna harus menyiapkan makan malam. Tidak baik jika seorang pengasuh berlibur. Deron baru saja memandikan putrinya, lalu turun bersama untuk menyiapkan makan malam.
Deron menatap saksama, wajahnya masih pucat, tapi sudah melakukan pekerjaan itu. Arletta duduk di meja makan. Deron menghampiri Finna.
"Sini, biar aku saja yang mengerjakan, kau istirahat." Ditarik piring dari tangan Finna. Finna menatapnya berkerut.
"Tapi, Tuan ..." Deron mendekati telinganya.
"Ini perintah, jika kau tidak ingin saya lakukan lebih dalam lagi."
Deron tengah meremas p******a sebelah kanan. Finna meringis sakit, Finna menunduk kemudian menjauhi jarak berdirinya Deron. Deron mengulum senyum,
Sial, adikku bangun lagi, batin Deron mengumpat.
Finna menata piring di atas meja, Arletta memerhatikan wajah Finna.
"Maid sakit?" tanya Arletta cemas.
"Tidak, kok," jawab Finna duduk di sebelahnya.
"Oh."
Deron selesai memasak untuk makan malam, sepertinya menu hari ini lebih berbeda. Seperti makanan khas Indonesia.
Makanannya memang simpel, ya. Finna berdiri, namun, ditarik oleh Arletta untuk makan bersama. Finna tentu tidak bisa menolak, posisi duduk pun berdekatan dengan Deron. Finna mengambil nasi dan lauk untuk Deron seperti layak seperti istrinya. Arletta lebih suka dengan kuah kari, katanya enak dan lezat.
Setelah berdoa bersama, mereka pun melanjutkan tanpa suara di antaranya, hanya suara piring, sendok, pisau, dan garpu. Deron menikmati makanannya, sebentar melirih dengan ujung matanya, Finna menikmati masakan dari tuannya.
Setelah selesai makan malam, Finna membawa piring kotor untuk dicuci. Deron masih di tempat sambil melihat email di ponselnya. Finna membersihkan meja makan, setelah selesai mencuci, waktunya dia masuk ke kamar Arletta. Sebelum itu, Deron memeluknya dari belakang.
"Tu-tuan ..." kejut Finna.
"Aku kangen, main yuk!" ajaknya, Finna tidak bisa melayani dia masih masa haid.
"Ya sudah, kalau tidak mau, cium saja," lanjutnya memutar tubuh Finna.
Finna diam, wajah Deron semakin dekat, mendarat bibirnya. Finna tidak respons, lalu perlahan melingkar ke lehernya, bibirnya terbuka membalas ciuman hangat dari tuannya. Tangan Deron mengelus punggungnya, menarik agar lebih dekat pada tubuhnya.
Finna merasakan sesuatu ganjal di bagian bawah milik tuannya. Sesuatu menonjol mengenai perutnya. Adiknya bangun minta dielus. Satu tangan dari Finna mengelus adiknya yang masih dikurung oleh dua lapis celana. Finna melepaskan ciumannya, menatap wajah Deron sedang memejam.
"Akh!" teriak Deron menatap tajam pada Finna. Finna menekan adiknya, karena merasa gemas.
"Kau ..." mengetatkan rahangnya denyutan adiknya begitu terasa.
"Tahan dulu, ya, Tuan," goda Finna lembut mencium bibir sexy-nya.