bc

The Next CEO

book_age16+
789
FOLLOW
19.8K
READ
family
HE
opposites attract
confident
heir/heiress
drama
sweet
serious
genius
campus
like
intro-logo
Blurb

(Cerita ini adalah spin-off Ranting yang Patah)

Maura Arstanty Bimantara, yang sudah jengah dengan segala intrik kehidupan keluarga konglomerat, sungguh berharap ia akan bertemu laki-laki biasa dengan cinta yang luar biasa untuknya. Saat keluarganya hendak menjodohkannya dengan seorang anak pengusaha, ia meminta bantuan Andre untuk menjadi pacar pura-puranya.

Penampilan sederhana dan otak yang cerdas, membuat Maura berpikir bahwa Andre adalah mahasiswa jalur beasiswa dari keluarga biasa. Dari memintanya menjadi pacar pura-pura, ia justru jatuh hati sedalam-dalamnya. Di luar dugaannya, keluarganya justru mendukungnya agar tidak pernah melepaskan Andre. Kenapa? Siapa Andre? Mampukah Maura membuat Andre yang angkuh juga jatuh hati padanya? Atau ia harus merelakan perasaannya tak terbalas?

Andre Lazuardi Ranuwijaya, bungsu dari keluarga Ranuwijaya, tak pernah berencana memiliki romansa dengan perempuan. Ia hanya ingin menyelesaikan kuliah bisnisnya dengan cepat dan cemerlang lalu kembali ke tanah air untuk membantu ayahnya mengembangkan usaha keluarga mereka.

Ketika ada seorang perempuan yang meminta bantuannya untuk menjadi pacar pura-pura dan memberi imbalan uang, ia menerimanya karena teringat kakak perempuannya. Tak pernah terpikirkan hubungan itu akan berlanjut serius. Hingga suatu hari mereka terjebak dalam romansa satu malam. Maura yang tegas dan perhatian itu, mampukah membuat Andre akhirnya merelakan dirinya jatuh hati lebih cepat? Atau Andre masih tetap teguh dalam pendiriannya untuk tak jatuh cinta sebelum ia berhasil menjadi CEO?

Lalu bagaimana ketika Genta Hutama, seseorang dari masa lalu Maura, muncul kembali? Akankah ia membuat ikatan Andre dan Maura yang masih begitu rapuh itu merenggang, atau justru semakin menguat?

chap-preview
Free preview
Bab 1: Pesta Dansa
Maura menutup telinganya. Dia sedang berkonsentrasi pada tugasnya saat sahabatnya tak henti berbicara tentang pesta dansa yang akan diadakan salah satu anak konglomerat dari negeri asal mereka. “Maura, lo kenapa sih?” Emily menarik tangan Maura, sementara Kaitlyn mengintip laptop sahabatnya itu. “Uhu, cakep banget. Kamu kayaknya butuh model cowok untuk itu, Ra.” “Temenku ada,” jawab Maura acuh. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan selanjutnya. “Hemm, bule-bule itu mana cocok buat jadi model outfit yang etnik begitu.” “Apaan sih, coba lihat,” Emily menggeser monitor Maura. “Em, pelan-pelan. Mahal ini.” “Ih, duit bapak lo kan banyak. Ah temenmu kan pada gemulai, Ra, mana cocok bawain desain lo. Cari yang eksotik juga dong. Ikut deh, besok. Eh, anak-anak bisnis Harvard mau pada dateng katanya.” “Males ah.” Maura tahu benar, anak-anak Indonesia yang kuliah di sekolah bisnis Harvard pasti dari kalangan pebisnis juga. Mereka adalah para pewaris bisnis keluarga yang digadang-gadang akan menjadi penerus kerajaan bisnis keluarganya. Apa istimewanya? Lahir dan besar di keluarga pebisnis kelas atas, membuat Maura jengah dengan segala intrik kehidupan para konglomerat. Apalagi perihal percintaan yang kerap tak menguntungkannya. Terakhir kali ia dekat dengan seseorang, ayahnya murka dan mengirimnya ke tempat ini. Maura menginginkan seseorang yang bisa memberinya kedamaian tanpa perebutan harta dan tahta. Seseorang yang mungkin dari kalangan biasa saja tapi menghargai dan meratukan Maura. Menempatkannya sebagai prioritas, tak hanya sekedar opsi apalagi sebuah objek dan alat tukar semata. “Ra, udah deh, jangan terlalu mencari romantisme. Laki-laki tuh yang penting berduit,” kata Emily. Emily adalah yang paling hedon dan cuek dengan segala bentuk romantisme perasaan. Ia lebih banyak menggunakan kepalanya dalam bertindak. Dia tak pernah memiliki hubungan yang intens selain karena simbiosis mutualisme saja. Satu-satunya hubungan yang bertahan lama yang ia miliki adalah persahabatannya dengan Maura dan Kaitlyn. “Iya, Ra, laki sekarang banyak yang mokondo. Tapi yang duitnya banyak pun belagu. Makanya kita gak boleh lemah.” Maura dan Emily tertawa teringat pacar terakhir Kaitlyn. Seorang laki-laki kebangsaan Inggris yang mendekati gadis itu karena butuh tumpangan tempat tinggal sementara. “Gak usah curhat,” tegur Em. “Ayo kita dateng ke pesta dansa pakai outfit desain Maura,” usul Kaitlyn. “Kita ke apartemen lo yuk, Ra, liat baju.” “Enggak. Nanti kalian acak-acak lagi,” tolak Maura. “Ra, lo beneran gak bisa move on dari om Genta lo itu?” tuduh Kaitlyn tiba-tiba. “Apaan sih kalian? Jangan asal nuduh deh.” “Abisnya sejak itu lo gak pernah jalan sama siapapun.” “Jangan sok tahu!” “Jadi lo pernah jalan sama cowok lain tapi gak kasih tahu kita?” tuduh Emily. “Brisik lo pada.” Maura melipat notebooknya dan berjalan cepat meninggalkan kedua temannya itu, membuat kedua sahabatnya tergopoh-gopoh mengejarnya. * Setelah beberapa hari membujuk Maura, Emily dan Kaitlyn akhirnya tertawa lebar begitu sahabatnya mengijinkannya melihat koleksi gaunnya. Beberapa gaun itu adalah hasil karya Maura sendiri. Ia yang kuliah di jurusan desain, memang kerap membuat beberapa model pakaian untuk tugas kuliahnya. Emily dan Kaitlyn lah yang paling bahagia dengan semua tugas-tugas kuliah Maura. Mereka berteman sejak SMA dan kini sama-sama kuliah di New York meski di kampus yang berbeda dengan Maura. Maura yang memang suka mendesain baju sejak kecil akhirnya mengambil sekolah desain di sana. Mereka berangkat ke pesta dansa bertiga. Acara itu diadakan di sebuah klub malam. Seorang anak konglomerat yang mengundang circle sesama anak konglomerat yang sedang kuliah di negeri paman sam tersebut. Sebagian besar mereka mengambil jurusan bisnis, meski ada beberapa yang mengambil arsitektur, IT, kedokteran, dan hukum. Mungkin hanya Maura seorang yang mengambil jurusan desain fashion. Maura kenal sebagian dari mereka meski ia tak terlalu antusias untuk mengenal lebih dekat. Ia memilih duduk di meja bar tanpa berniat memesan minuman. Seorang laki-laki yang baru Maura lihat duduk di sisinya. Meski cukup tampan, ia terlihat lebih sederhana dibanding yang lainnya. Tak ada brand mahal internasional yang menempel di tubuhnya. “No, thanks,” dia menolak bartender yang menawarinya minum. “Gak minum alkohol?” tanya Maura. “Aku kayaknya baru lihat kamu. Aku Maura. Maura Bimantara,” Maura mengulurkan tangannya. “Andre. Andre Lazuardi.” Dalam otaknya, Maura berusaha mencari file nama keluarga Lazuardi, tapi tak satu pun berhasil ia temukan. Dan ia pun baru melihatnya kali ini. Apa mungkin exchange student? “Kuliah dimana?” “Business school.” “Harvard?” Andre mengangguk acuh. Ia memang berusaha menutupi identitas keluarganya selama kuliah. Ia ingin orang melihatna terlebih dahulu sebagai Andre, bukan sebagai seorang Ranuwijaya. “Kok aku baru lihat. Gak pernah ikut acara mereka?” Andre menggeleng. Pembawaannya yang cuek justru menarik perhatian Maura. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya yang bergetar, lalu bergegas keluar sebelum menjawabnya. Dan entah apa yang begitu menarik bagi Maura sehingga ia mengikutinya. Tunggu. Maura yang sekian lama tak pernah berkencan dengan laki-laki, tiba-tiba tertarik pada makhluk ini? Jangan biarkan Emily dan Kaitlyn mengetahuinya, atau Maura akan diinterogasi habis-habisan. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Jodohku Dosen Galak

read
29.9K
bc

Rayuan Sang Casanova

read
4.5K
bc

Petaka Semalam di Kamar Adik Ipar

read
7.8K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
9.5K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
33.7K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
26.9K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
33.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook