Rutinitas yang baru saja terjadi itu pun terulang kembali, karena ciuman yang begitu membara mampu membangkitkan gairah begitu cepat, sehingga Bara kembali melakukan penyatuan dan Alexa sama sekali tak menolaknya. Walaupun ia merasa sakit karena baru ketiga kalinya mereka melakukannya dan hal itu baru saja terjadi, namun rasa sakit itu tergantikan dengan rasa nikmat yang Bara hadirkan. Sentuhan hangat dari Bara membuat Alexa seperti dimabuk kepayang, ingin melayang terbang ke udara.
Terdengar sesekali Alexa merintih dan mendesah, namun Bara dengan cepat menutup mulut istrinya dengan ciuman mautnya, membuat Alexa kembali menikmati permainan itu. Hingga tak lama kemudian, permainan pun selesai. Bara dan Alexa benar-benar sangat lelah. Keduanya pun tertidur dalam kondisi berpelukan erat, hanya ditutupi oleh selimut tebal yang menyelimuti mereka berdua.
***
Pagi hari menyingsing dengan begitu cepat, kicauan burung terdengar bersahutan menemani sinar mentari yang indah, masuk melalui celah-celah jendela dan menerpa wajah cantik Alexa.
Alexa membuka matanya perlahan, lantas melihat Bara yang masih tampak tertidur pulas di sampingnya. Hatinya berdebar melihat wajah pria yang ia panggil dengan sebutan Om, pria yang telah lama ia cintai dan kini sudah menjadi suaminya, meski semua berawal dari sebuah kesalahan yang terlarang. Alexa tersenyum, lalu membiarkan jari telunjuknya bergerak perlahan, meraba hidung Bara hingga mencapai bibir pria itu.
"Aku nggak pernah menyangka, kisah cinta kita akan sampai di sini, Om," batin Alexa, merasa bahagia.
Namun, tiba-tiba saja Bara membuka matanya, yang membuat Alexa terkejut dan segera menarik tangannya.
Bara pun berkata dengan nada bercanda, "Kenapa? Apa kamu begitu terpesona melihat ketampananku?"
Alexa hanya menggeleng, lalu tersenyum. "Selamat pagi suamiku," ucapnya dengan penuh rasa cinta.
"Selamat pagi juga istriku. Morning kiss-nya mana?" pinta Bara seraya menunjuk bibirnya.
Sehingga Alexa pun langsung saja mengecup bibir suaminya itu, lalu Bara juga membalasnya, membuat keduanya tersenyum bahagia.
"Bagaimana, apa tadi malam mimpimu indah?" tanya Bara.
"Indah, tapi ...." Alexa tak melanjutkan ucapannya, wajahnya tampak memerah karena malu untuk mengatakannya.
"Tapi apa?" tanya Bara, penasaran dan juga khawatir.
"Punyaku sakit, ini pasti karena kamu yang terlalu bersemangat semalam," keluh Alexa dengan raut wajah cemberut.
Bara mendadak terkekeh mendengar keluhan istrinya, lalu mengusap wajahnya dengan penuh kasih sayang.
"Oh, ya? Tapi enak 'kan? Kamu juga terlihat menikmatinya. Bahkan, kamu yang mau terlebih dulu," sahut Bara dengan nada menggoda.
Alexa hanya bisa tersipu malu. "Ih, kamu nih. Padahal kamu juga mau, 'kan? Kamu juga nggak nolak," ujarnya. Namun di balik rasa malu, ia merasakan kebahagiaan yang tak tergantikan.
"Tentu saja, aku mau. Lagi pula, siapa juga yang kuat kalau digoda terus sama istrinya," ungkap Bara. "Sekarang, kamu milikku dan aku milikmu. Jadi, jangan pernah kamu bermacam-macam di luar sana dengan pria lain," tegasnya.
"Iya, Om. Aku milikmu dan kamu milikku. Aku nggak mungkin macam-macam. Kamu tuh yang harus waspada terhadap tante-tante di luar sana. Awas saja kalau kamu sampai macam-macam sama wanita lain, aku bunuh wanita itu," timpal Alexa, bercanda namun wajahnya serius.
"Dih, sejak kapan kamu jadi psikopat?" tanya Bara.
"Ya, sejak kamu menjadi milikku dan aku menjadi milikmu lah. Coba saja kalau kamu berani," tukas Alexa.
Bara menghela napas, lalu berkata dengan penuh keyakinan, "Kamu tenang saja. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, orang tuamu dan sekarang aku juga janji sama kamu, kalau aku akan selalu menjaga dan melindungi kamu sebagai istriku. Jadi, aku tidak akan mungkin menyakiti kamu." Bara tersenyum lembut, menyatakan janjinya dengan serius.
"Apa sekarang, kamu sudah mulai mencintaiku?" tanya Alexa yang membuat Bara tersenyum.
"Kita sudah melakukannya berulang kali, apa kamu pikir aku sama sekali tidak mencintaimu?" balas Bara dengan seulas senyum, mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba jadi serius.
Bara tahu, percintaan ini memang berawal dari kesalahan, namun lambat laun, perasaan cinta yang sebenarnya mulai tumbuh di hatinya.
"Ih, kamu kok malah tanya balik sih? Aku tanya, Om, apa sekarang kamu sudah mencintaiku?" Alexa mengulangi pertanyaannya dengan nada kesal.
"Menurut kamu gimana?" Bara kembali bertanya, kali ini dengan nada lebih ringan, membuat Alexa menghembuskan napas seolah menyerah pada pertanyaan baliknya.
"Terserah kamu saja deh," kata Alexa yang mengerucutkan bibirnya.
"Jangan ngambek, nanti cantiknya luntur loh. Lebih baik kita mengulangi yang tadi malam, aku butuh olahraga pagi," goda Bara, tersenyum jahil.
Alexa tersentak, kemudian berkata dengan cepat, "Enggak, aku mau mandi. Ada kuliah pagi hari ini." Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, membuat Bara terkekeh.
"Akh."
Tapi tiba-tiba saja, Kila merintih, yang membuat Bara merasa khawatir. "Lexa, kamu kenapa?" tanyanya.
"Kan sudah aku bilang, milikku perih dan sekarang rasanya sakit mau dibawa jalan," rengek Alexa.
"Oh … tidak apa-apa. Itu karena kamu belum terbiasa, sakitnya hanya sebentar saja. Nanti kalau sudah terbiasa, pasti tidak akan sakit lagi kok. Atau, kamu mau mencobanya lagi supaya jadi terbiasa?" goda Bara yang mengerlingkan matanya.
"Ck, meladeni kamu itu nggak akan ada habisnya. Dasar otak m***m! Tapi kalau kamu mau, nanti malam saja. Sekarang aku buru-buru," ucap Alexa dengan senyum yang menggoda, lalu segera melangkahkan kakinya secara perlahan.
Sementara itu, Bara tersenyum kecil dan membiarkan istrinya itu menuju ke kamar mandi.
"Dasar, malu-malu tapi mau! Aku tidak menyangka dan ini rasanya sangat gila, begitu cepat aku sudah merasakan mencintai istri kecilku itu. Apakah ini benar-benar cinta, atau hanya rasa ingin memiliki? Apa yang harus aku lakukan sekarang supaya hubungan kami lebih erat dan saling mengerti?" gumam Bara dalam hati.
Bara berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan mencintai Alexa sepenuh hati dan berusaha menjadi suami yang baik baginya. Berharap semoga cinta ini semakin tumbuh, sehingga mereka bisa melalui semua ujian hidup ini bersama.
***
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Bara dan Alexa segera menuju ke ruang makan, berkumpul bersama kedua orang tua Alexa dan menikmati sarapan bersama.
"Bara, Lexa, apa kalian berdua harus hari ini juga ke kantor dan ke kampus? Kenapa tidak meminta izin libur dulu? Kalian baru saja menikah, lho," ujar Delia di sela-sela sarapan.
Alexa tersenyum dan menjawab, "Enggak, Ma. Aku memang nggak ada izin. Lagi pula, sebentar lagi 'kan aku akan ujian kelulusan. Kalau aku banyak libur, takutnya aku akan ketinggalan pelajaran dan akhirnya nggak lulus, jadi mahasiswi abadi deh."
Delia berpikir sejenak, kemudian mengucap, "Bagus lah kalau kamu sadar. Jadi, kamu jangan malas-malasan lagi. Kamu harus tetap rajin ke kampus dan belajar. Apalagi, sekarang 'kan kamu sudah punya suami. Ada Bara yang akan mengantar kamu pergi ke kampus, sebelum pergi ke kantor." Delia melirik Bara, menantunya, lalu bertanya, "Iya, 'kan, Bara?"
Bara mengangguk, lalu menjawab, "Iya, Ma. Tidak masalah, mulai sekarang aku yang akan antar Alexa ke kampus. Aku juga ada pekerjaan penting, jadi memang tidak memang tidak izin untuk libur. Papa sendiri tahu kalau perusahaan sekarang sedang menangani proyek dari luar negeri, jadi aku memang tidak bisa libur."
Bara tampak serius dan tegar, namun dalam hati, ia juga berharap ada waktu lebih untuk berduaan sebagai pasangan yang baru saja menikah. Namun, saat ini, mereka harus mengutamakan pekerjaan dan pendidikan demi masa depan yang lebih baik.
Alex tiba-tiba berbicara dengan nada serius, "Sebaiknya tidak usah berbicara di saat makan. Fokus menyelesaikan sarapan dulu dan setelah itu, baru kita beraktivitas."
Ucapannya sontak membuat suasana menjadi hening dan canggung. Tak mengherankan, sebab sampai saat ini Alex memang belum bisa menerima pernikahan Bara dan Alexa.
Setelah selesai sarapan, Bara, Alexa dan Alex segera berpamitan pada Delia akan pergi melakukan aktivitas masing-masing. Namun, tepat ketika Bara dan Alexa hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba Alex memanggil mereka berdua. Pasangan pengantin baru itu merasa kebingungan.
"Ada apa, Pa?" tanya Alexa, wajahnya terlihat penasaran.
"Apa ada yang ingin Papa sampaikan?" Bara ikut menanyakan, mencoba untuk menyelidiki lebih jauh.
Tanpa ragu, Alex segera menyampaikan apa yang ingin ia katakan. Hal tersebut membuat Bara dan Alexa terkejut. Keduanya tidak menyangka bahwa Alex akan membahas soal itu di waktu yang tidak tepat seperti ini. Dalam hati, mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana mereka harus menghadapinya?
Bersambung …