Bab 1. Perjodohan tak Diinginkan.

1535 Words
Tepat di hari perjodohan, rumah sederhana di datangkan seorang tamu terhormat. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan rumah itu dan disambut oleh dua pasangan memberi senyuman kepada sosok lelaki dengan pakaian yang rapi dan tampan. Seisi kampung berhambur keluar menyaksikan  warga baru tengah memasuki rumah sederhana itu. “Silakan Tuan, maaf, rumah kami sedikit berantakan,” ucap wanita yang usia terbilang masih lima puluh tahunan. Mempersilakan lelaki itu menempati kursi yang ada di rumahnya. Sementara pria tua berdiri memberi senyuman sumirgah kepada lelaki yang membuka kacamata hitam melihat seisi rumah itu. Pria tua itu kemudian melirik wanita tua dengan memberikan kode kepadanya. Tentu dengan cepat wanita tua itu pun masuk  dan membuka pintu salah satu kamar itu. Di kamar itu terdapat sosok wanita menutupi kepalanya dengan kain kerudung warna biru yang selalu menutupi wajahnya. Wanita tua itu masuk dan dengan menyolek bahu wanita berkerudung biru itu. Linda langsung menoleh dan menatap wajah wanita tua tak lain adalah Ibu tirinya. “Cepat keluar sudah di tunggu,” pinta wanita tua itu. Ia pun beranjak keluar dari kamar itu dan Linda juga menyusul. Saat Linda mengangkat kepalanya ia dapat melihat sosok bayangan wajah yang sangat asing. Sosok lelaki itu pun ikut menunjukkan wajah datar dan ketika sosok yang ia tunggu muncul juga. Meskipun Albert masih penasaran wajah yang di sebut oleh warga setempat. Dari awal Albert memang berencana untuk menikahi seorang wanita yang memiliki paras yang sangat menjijikkan. Namun bagi Albert ia tidak permasalahan seberapa jijik pada wajah yang di dapat wanita sekarang berhadapan dengannya. ***** Tak terasa pernikahan Albert dan Linda telah memasuki satu tahun, hubungan pernikahan mereka masih biasa-biasa saja. Albert sibuk dengan pekerjaannya dan tetap selalu menyambut hangat untuk istrinya. Selama pernikahan Albert tidak pernah menyentuhnya. Perasaan aneh yang terus menghantuinya setiap cemoohan dari teman-teman dan rekan bisnis setelah pembahasan tentang pernikahan dan momongan. Albert merasa belum siap untuk melakukan hubungan serius dengan istrinya. Ia merasa bahwa istrinya merasa sangat benci dengan sikap yang terlalu acuh selama ia disibukkan dengan beberapa pekerjaan di kantor. "Ini benar istrimu, Bert?" tanya temannya ujung jarinya menunjukkan arah Linda yang duduk di sebelah Albert. "Iya dia istriku, kenapa? Ada yang salah dengannya?" jawab Albert santai, lalu bertanya kembali pada temannya. Temannya malah ke tawa terbahak-bahak, dia sendiri tidak yakin kalau Linda benar istrinya. Linda sendiri sudah tahu kalau mereka tidak akan percaya kalau dirinya benar istri Albert. "Aku Ngga yakin kalau dia istrimu. Aku kira dia pembantu di sini!" kata temannya tanpa dosa. Albert tidak menggubris kata-kata temannya. Linda merasa tidak nyaman jika harus diolok - olok oleh temannya. Linda lebih memilih untuk menghindar yaitu dirinya ke dapur mengerjakan pekerjaannya di rumah. Temannya melirik arah Linda telah jauh dari tempat nongkrongnya. Kemudian menanyakan kembali lagi pada Albert. "Apa benar dia istrimu? Jelek begitu dijadikan istri, kayak Ngga punya wanita lain saja! Kenapa harus dia, sih? Aku pikir dia itu pembantu dari mana kamu memperkerjakannya," cerca teman Albert. Albert mengerti situasi seharusnya ia harus membela istrinya. Ia sangat mengerti bahwa Linda sangat sakit hati mendengar cemoohan dari teman-temannya. Seandainya waktu bisa berputar kembali mungkin ia tidak memperlakukan istrinya seperti kata-kata dari mulut laknat itu. "Iya benar  dia istriku, tapi aku tidak pernah menyentuhnya," balas Albert tenang dan santai. "Jangan sampai ...," cicit temannya merinding geli. Linda mendengar semua celoteh teman-teman suaminya, pasti dong semua jijik melihat wajahnya yang begitu mengerikan. Jika bisa dibilang tidak berbentuk. Meskipun lukanya tidak separah dulu. Linda juga tidak menginginkan  wajah seperti ini kalau bukan kecelakaan menimpa dirinya lima tahun yang lalu. "Jangan masukkan ke hati, mereka memang begitu. Ucapan mereka tidak pernah dididik." Tiba-tiba seseorang bersuara. Itu suara dari Albert dari tadi berdiri di depan pintu dapur. Linda melirihnya sebentar kemudian mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Linda bersyukur kalau suaminya begitu baik padanya meskipun dirinya jijik untuk disentuh. **** Albert masuk ke diskotek, di sana para pria berkumpul. Serta dikelilingi oleh beberapa wanita cantik dan seksi. "Woi, Bert! Sini?!" teriak Nisan. Albert mendekati Nisan yang dikelilingi oleh tiga wanita di sana. "Makin bahagia saja dirimu, San!" seru Albert menuangkan minuman beralkohol di gelas kosong. "Macam kamu tidak tahu saja. Mereka yang mendekatiku. Kalau bukan barangku bagus untuk dimainkan," balas Nisan memainkan salah satu dua gunung kembar wanita didekatnya. "Kapan kamu bisa berubah?? Kalau kamu hanya main wanita terus?!" kata Albert sok bijak. "Ngga usah menggurui, bangsaat! Kamu juga bakal sama kayak aku. Barangmu sepertinya masih perjaka, mau aku kenalkan wanita cantik. Aku jamin kamu pasti ketagihan?!" seru Nisan menawarkan satu wanita yang bekerja di tempat ini. Albert tidak menjawab, ia lebih memilih untuk minum bukan untuk memainkan tubuh seseorang. **** Albert telah mabuk berat, entah bagaimana dirinya suka minum beralkohol saat berada di diskotek. Albert tidak dapat berdiri dari tempatnya, tiba-tiba seorang datang mendekatinya, Albert mencoba membuka kedua matanya melihat wajah seorang wanita yang sangat cantik. Wanita itu sangat mirip dengan wajah istrinya. Albert terbayang jika wajah Linda  secantik wanita didepannya. "Kamu gak apa - apa?" tanya wanita yang tengah menanyakan keadaan Albert. "Linda ..." sebut Albert, menyebut nama Linda, istrinya. "Maaf nama aku, Rinda, bukan Linda?" ucap Rinda membenarkan namanya dari sebutan Albert. Ternyata wanita yang bekerja di diskotek itu bernama  Rinda. Namun paras wajahnya memang lebih cantik dari istrinya. Rinda membantu Albert untuk masuk ke penginapan, kata Nisan ada yang meminta untuk ditemani. Mungkin yang dimaksud adalah Albert. Albert tertatih - tatih berjalan dirangkul oleh Rinda. Di tempat diskotek memang tersedia tempat penginapan. Wanita itu  menghempaskan tubuh pria itu  di atas ranjang  ukuran medium. "Berat sekali, sih," ucap Rinda mulai mendekati tubuhnya dengan cara menindih tubuh Albert. Albert bergerak, karena ada yang aneh  sesuatu tengah menekan bagiannya. Albert mencoba membuka kedua mata, wajahnya tidak begitu jelas. Rinda senyum malah menggesek-gesek kejantanan yang memang telah menegak dari pelindung celananya. "Apa yang kamu lakukan?" terdengar suara serak basah dari mulut Albert. "Kamu tampan sekali, Tuan," ucap Rinda menggodanya. "Kenapa kamu ada di sini? Benarkah kamu Linda?" racau Albert membuat Rinda bingung, kenapa terus menyebutkan nama Linda. "Sudah aku katakan namaku Rinda, bukan Linda. Rrrrindaa ... Siapa Linda, Tuan?" Rinda mengulangi sebutan namanya dan merasa penasaran nama disebut-sebut oleh Albert. "Linda, istriku. Istri yang jelek. Dia baik hati, tapi, aku salah menikahinya tanpa cinta. Apa kamu menyesal. Aku menikahimu karena membayar utang-utang orang tuamu. Aku gak cinta kamu, tapi, kenapa aku harus dipertemukan olehmu," jawab Albert menatap langit kamar berwarna Jingga. Rinda menatap paras wajah sayup milik pria itu. "Kenapa Tuan bisa menikahinya kalau gak mencintainya?" tanya Rinda kepo. "Karena orang tuanya terlilit utang dan mereka malah menjual kepadaku," jawab Albert "Apa istri Anda tahu hal ini??" tanyanya kali ini dia tidak menindih tubuhnya lagi. Sepertinya Rinda berubah pikiran, dia seperti mengerti situasi pria ini. "Gak, dia gak tahu kalau orang tuanya menjual kepadaku. Apakah aku sejahat itu?" Albert lirik wajah cantik dimilikinya. Rinda membalas menatapnya. "Gak, kamu gakjahat. Kamu melakukan sangat benar. Kamu telah menyelamatkan dirinya dari kandang buaya yaitu orang tuanya," jawab Rinda Albert menutup matanya dengan punggung tangannya. Sepertinya Albert menangis, menangis atas penyesalannya. Rinda turun dari ranjang lalu membuat sesuatu untuk Albert. Albert bangun menjadi posisi terduduk menatap punggung rapuh itu di sana. Rinda membawa secangkir teh untuk Albert. Albert menerima lalu meminumnya sedikit demi sedikit. Kesadarannya kembali, tidak ada rasa sakit di kepala saat meminum alkohol itu.  "Siapa namamu?" tanya Albert sambil melirih. "Rinda ... Rindawati, tepatnya," jawabnya "Rinda dan Linda, namanya tidak jauh beda," ucap Albert "Ya benar, lalu Tuan sudah pernah menyentuh istrimu? Maaf jika aku lancang menanyakan hal ini,” tanya Rinda hanya ingin tahu. ***** Dalam perjalanan menuju ke rumahnya, Albert masih mengingat pertanyaan Rinda.  "Apa karena Tuan gak mencintai istri Anda sehingga Anda gak pernah melakukan hubungan suami - istri selama setahun? apa Tuan merasa jijik dengan istri Anda yang parasnya jelek. Seberapa jelek itu adalah istri Anda, Tuan," ucap Rinda Ketika sampai di rumah, Albert menemukan sosok istrinya tengah tertidur di ruang tamu sambil menunggu dirinya pulang dari klub. Albert sangat bersalah kepadanya seandainya ia tidak memperlakukan Linda seperti ini. Albert menutup pintu perlahan. Dengan langkah kaki tanpa suara, mendekati istrinya yang buruk rupa itu. Linda selalu memakai kerudung untuk menutupi wajahnya agar tidak ada yang melihat bekas luka itu. Ia mencoba untuk menyentuh bekas lukanya. Belum sempat di sentuh, Linda membuka kedua matanya. Albert tidak berkutik saat kedua mata mereka bertemu. Linda langsung bangun menjadi posisi terduduk. Albert mendongak kepalanya, lalu melihat paras wajah cantik istrinya. "Kamu sudah pulang, apa kamu ingin minum? Biar aku ambilkan—” Albert menahannya. Linda menatapnya, di tarik kembali tangan yang digenggam oleh suaminya. Albert bisa merasakan kalau istrinya tidak ingin disentuh, begitu bersalahkah dia terhadapnya. "Aku ke kamar dulu." Dia berdiri lalu pergi meninggalkan suaminya yang masih berjongkok menatap punggung yang begitu kurus dan letih itu. Linda masuk ke kamar segera ia menuju tempat sofa di mana ia tidur selama berpisah ranjang dengan suaminya. Rasa kantuk telah menyerangnya, Linda menutup kedua matanya. Albert menyusul masuk kamar tersebut  dan melihat sosok wanita yang tengah tidur  lelap di atas sofa. Albert segera mengangkat tubuh Linda memindahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur yang ukuran besar itu. Kerudung  yang biasa menutup kepalanya terlepas. Albert bisa lihat begitu jelas wajah istrinya secara dekat. Luka bakar di wajah sebelah kirinya tidak terlalu parah, hanya bekas merah yang masih belum kering. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD