Devan benar-benar dikuasai amarah yang selama ini ia pendam. Semua luka, penghinaan, dan pengkhianatan Lyla, ia tahan begitu lama hingga membuat hatinya penuh dengan bara. Kini, bara itu meledak tak terbendung. Wajahnya tegang, rahangnya mengeras, dan tatapannya begitu mengintimidasi. Tangan kokohnya mencengkeram leher Lyla dengan kuat, seolah ingin melampiaskan semua sakit yang telah ia rasakan. “Kamu pantas menerima ini! Semua salah yang kamu lakukan padaku, harus kamu bayar!” Suaranya berat, bergetar menahan emosi. Lyla tercekik, napasnya semakin sesak. Wajahnya berubah membiru, matanya melebar, tubuhnya berusaha meronta. Dengan sisa tenaga, ia mencoba meraih tangan Devan, berusaha menariknya, namun cengkeraman itu terlalu kuat. Jari-jarinya menggenggam pergelangan Devan, kukunya bahk

