10. Tiba-tiba Berubah

1244 Words
"Bagaimana?" Tanya Lily pada pria yang tengah memasukkan suapan sendok pertamanya ke dalam mulut. "Seperti biasa ... enak," balas pria itu sambil tersenyum. "Benarkah?" Tanya Lily terdengar ragu. Sebenarnya ada hal yang ingin dia tanyakan pada Stevan, tapi dia lupa tentang hal apa yang ingi ia tanyakan. Lily menunduk sambil mengaduk fettucini yang ada di depannya dan dia mendongakkan kepalanya menatap Stevan lagi saat mengingat hal yang ingin dia ketahui. "Oh ya, apa yang kau lakukan kemarin malam? Aku mencoba menelpon mu beberapa kali tapi ponsel mu tak aktif," tanya Lily sambil mengaduk fettucini dengan garpu yang ada di tangannya. Pertanyaan Lily barusan membuat Stevan menghentikan kegiatan makannya. "K-kemarin malam?" Tanya Stevan sedikit gugup. "Ah, kemarin malam aku sibuk bekerja. Banyak sekali proposal yang masuk ke perusahaan, semua itu menumpuk karena kutinggal berlibur ke Hawaii, jadi aku berinisiatif untuk membawa pekerjaan ku pulang ke rumah agar bisa segera ku selesaikan," jelas Stevan. Stevan tau bahwa tak mungkin dirinya menjelaskan apa yang dilakukannya tadi malam. Wanita di hadapannya ini pasti akan sangat kecewa jika tau apa yang terjadi antara dirinya dan Bella semalam. Tapi melihat raut wajah percaya Lily saat ini membuat Stevan merasa sangat bersalah karena telah membohongi wanita yang begitu percaya padanya ini. Dan saat ini pun dia merasa bahwa dirinya perlahan berubah menjadi seorang pembohong ulung dan bukan ini yang dia inginkan. Bayangan wajah Bella pun masih jelas di ingatannya, bagaimana raut kecewa yang ditunjukkan Bella saat dirinya meninggalkan gadis itu saat film yang mereka tonton akan segera di mulai. Dia meninggalkan Istrinya itu dengan alasan ada sesuatu yang harus dia selesaikan. Sebenarnya dia menawarkan untuk mengantar Bella pulang dulu ke mansion, tapi Stevan tak ingin istrinya itu sendirian disana, tapi dia tak bisa mengalahkan keras kepala istrinya itu. Bella bersikeras untuk tetap disana, menonton film itu sampai habis, sendirian. "Sayang, kenapa tidak dihabiskan?" Suara Lily membuat Stevan tersentak dari lamunannya. "Apakah kau sedang tidak enak badan?" Sambung Lily lagi. "Tidak, aku baik-baik saja," balas Stevan dengan senyuman yang sedikit dipaksakan. "Kau terlihat aneh hari ini, apakah ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Lily yang merasa aneh dengan gelagat kekasihya itu. Stevan menggeleng pelan. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia memikirkan perempuan lain saat dirinya sedang bersama kekasih yang menurutnya sangat dicintainya ini. Bahkan wanita ini masih sangat peduli padanya padahal status Stevan saat ini jelas-jelas telah beristri. Saat ini dirinya merasa begitu bersalah pada wanita yang tengah tersenyum sambil menghabiskan makanan yang ada di depannya ini. Tiba-tiba Stevan berdiri dan berjalan ke sisi Lily. Stevan berlutut lalu kemudian memeluk wanita itu dari samping dan membenamkan wajahnya di ceruk leher kekasihnya itu. "Sayang ada apa?" Tanya Lily bingung. Dia merasa Stevan agak sedikit aneh hari ini. Pria itu bertingkah tidak seperti biasanya, seolah ada hal yang ingin dia sampaikan tapi tidak bisa di ungkapkan. "Tidak apa-apa sayang, aku hanya sangat merindukanmu," balas Stevan sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Lily. Perlaukan yang Stevan lakukan barusan membuat Lily terdiam untuk beberapa saat. Ia mencoba mencerna semua perkataan Stevan yang menurutnya tak seperti biasanya. "Berdirilah, lututmu akan sakit jika begini terus," ucap Lily pada akhirnya. Lily menarik tangan Stevan dari pinggangnya, menuntun pria itu untuk berdiri kemudian berjinjit dan mengecup bibir kekasihnya itu. "Aku sangat mencintai mu Xander," ungkap Lily denga penuh keyakinan. "Aku akan tetap mencintaimu walau seluruh dunia menentang hubungan kita, aku juga akan tetap mencintaimu walau orang-orang akan menghujatku karena hal itu," ucap Lily sambil menatap mata Stevan. Gadis itu mengulurkan kedua tangannya lantas memeluk tubuh Stevan dengan erat seperti tak ingin kehilangan. "Aku juga sangat mencintaimu sayang, aku tak akan pernah berhenti untuk tetap memperjuangkan hubungan kita. Aku berjanji suatu hari nanti kau akan menjadi wanita satu-satunya yang akan mendampingi ku sampai akhir karena aku hanya menginginkanmu," balas Stevan sambil mengusap dan mengecup puncak kepala Liy dengan sayang. "Seperti inilah seharusnya," batin Stevan. Dia merasa disinilah seharusnya tempatnya, berada disamping wanita yang sudah dua tahun ini mencintainya dengan sangat. *** Pagi ini Bella terbangun dan merasakan tubuhnya seperti mati rasa. Bagaimana tidak? semalaman wanita itu tidur di sofa ruang tv, sofa itu agak sedikit sempit jika dipakai untuk tidur. Membuatnya harus memiringkan badannya agar tidak terjatuh. Hanya satu orang yang mampu membuat Bella melakukan hal seperti itu, dan orang itu adalah Stevan. Bella sengaja menunggu Stevan di sofa itu, setidaknya saat Stevan pulang dia akan melihat Bella disitu dan menyuruhnya untuk pindah ke kamar. Tapi nyatanya tidak. Stevan tidak pulang ke mansion tadi malam. Bella membuka pintu kamar Stevan dan ternyata kamar itu masih kosong seperti tadi malam. Sikap Stevan membuat Bella bertanya-tanya urusan apa yang membuat Stevan sampai tidak pulang seperti ini? Bella pun menutup pintu kamar Stevan dan bergegas untuk bersiap pergi ke kampus. Dia harus mengumpulkan makalah dan ada ujian persentasi hari ini dan juga berkas-berkas KKN nya harus segera dikumpulkan agar dirinya bisa memulainya bulan depan. Bella menuruni tangga dengan langkah malasnya, entah kenapa dia merasa sedikit tidak enak di bagian perutnya, tadi pun dia tidak menghabiskan sarapannya karena menurutnya makanan yang ada di atas meja semua rasanya hambar di lidahnya. Bella menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan Stevan di tangga. Stevan berada di tangga seberang sana. Stevan Menatap Bella dengan tatapan yg tidak bisa di artikan. Tatapan Stevan seperti berusaha untuk menjauhkan Bella dari hadapannya. Tatapan yang Stevan berikan membuat istrinya itu mematung di tempatnya dengan segudang pertanyaan di dalam pikirannya. 'Ada apa denga pria itu? Kenapa dia baru pulang? Kenapa dia masih memakai pakaian yang sama dengan yang dia pakai kemarin? Kenapa wajahnya terlihat kusut dan kurang tidur? Apakah dia juga sudah sarapan pagi ini?' Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepala Bella dan semua itu sirna saat Stevan mengalihkan tatapannya seperti membuang muka dan beranjak pergi meninggalkan Bella yang masih mematung di tangga. Kaki nya seperti mati rasa, dia berpikir semua ini hanya halusinasi sampai dirinya melihat punggung Stevan menghilang saat pria itu berada di ujung tangga dan berbelok ke lorong. "Ada apa dengan Stevan hari ini? Apakah aku membuat kesalahan sampai-sampai dia tidak menghiraukan ku seperti itu?" Batin Bella. Bella pun menggeleng, mencoba membuang semua pikiran buruknya dan meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa Stevan bersikap seperti itu hanya karena dia sedang kelelahan. *** "Lagi mikirin apa?" Tanya Nagitha dengan lembut. Temannya itu sudah tak tahan melihat Bella menopang dagu dengan tatapan mata kosong semenjak tadi pagi. Nagitha tau betul apabila Bella sudah seperti ini, pasti ada sesuatu yg mengganggu pikirannya. Bella menggeleng pelan. "Gua nggak kenapa-napa kok Tha, gue cuman agak cape aja, tadi malam gue begadang ngerjain makalah." Bohong Bella, karena tak mungkin baginya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ini adalah masalah rumah tangga nya dan dia tak ingin mengumbarnya kepada siapa pun termasuk sahabatnya. Baginya selama dia masih bisa mengatasinya sendiri, maka orang lain tak perlu tau. "Lo yakin? Kalau ada masalah tuh cerita. Lo gak lagi berantem sama Stevan kan?" "Gak Tha. Beneran gue gak papa ... Gue cuman kecapean aja." "Mendingan lo pulang deh, muka lo agak pucat gitu, badan lo juga anget gini, apa mau gue temenin ke dokter?" Tawar Nagitha. "Gak Th, gue gak papa beneran. Gue cuman kurang istirahat aja." Tolak Bella secara halus. "Yaudah, kalo lo gak tahan ngomong ya! Lo keliatan lemes banget Bell, sumpah." Bella mengangguk, dia menyusun kertas makalah yang ada di depannya kemudian bersiap untuk maju ke depan karena setelah ini adalah gilirannya untuk persentasi. Dan saat dirinya berdiri untuk melangkah maju ke depan, tiba-tiba pandangannya menjadi gelap. Hal terakhir yang dia ingat adalah suara berdegum yang cukup kuat bersamaan dengan tubuhnya yang menyentuh lantai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD