6

2297 Words
"Fathur itu siapa?" tanya Aya pelan. "Aku juga tidak tahu Mbak Aya." ucap Fathur pelan. Satu orang pria, dengan tubuh tegap dan agak besar hanya menggunakan kaus singlet putih dan celana jeans biru. Lengannya penuh dengan tato, berjalan mendekati Aya dan Fathur. "Motornya kenapa?" sentak pria itu kepada Fathur. "Bannya bocor om." ucap Aya dengan tenang. Pria itu hanya tersenyum smirk, tidak lama ada dua pria yang menghampiri Fathur dan Aya. Tubuhnya tidak besar hanya saja lebih tinggi dan rambutnya terlihat gimbal. Hanya menggunakan kaos oblong bertuliskan I LOVE YOGYA. "Mau kita apakan Bos?" ucap Si Ceking berkumis tipis. Si Preman Bos pun tertawa lepas, dan tersenyum kepada Aya. "Pulang malam, tandanya bukan wanita baik baik. Kalian urus yang tengil. Saya urus yang cantik dulu, nanti gantian kalian." ucapnya dengan memegang pergelangan tangan Aya dengan erat. Aya pun langsung menjerit, Aya tersadar bahwa ketiga pria ini bukan pria baik baik. "Tolong...... " teriakan Aya pun sukses membuat ketiganya saling pandang. Dengan cekatan kedua pria ceking itu pun memegang lengan Fathur dan menariknya. "Lihat, sekali lagi berteriak, lihat anak kecil itu dengan mudah akan ku habisi. Bermain mainlah sebentar dengan Abang.. Kita pelan pelan saja ikuti alur gadis cantik.." ucap Pria besar itu sambil menarik paksa tangan Aya menuju lorong gang gelap itu. Bugh..... Satu pukulan telak tepat pada rahang si pria besar itu. Tubuhnya langsung terhuyung, genggaman tangannya pun terlepas. "Aya lari... " teriak Panji keras. Aya pun segera berlari ke arah Panji dan memukul kembali Pria besar itu dengan tangan kosong. Sama halnya dengan Wibisono yang menghajar habis dua pria ceking itu dengan mudahnya, dua kali cukup untuk membuat keduanya tumbang seketika. "Terima kasih Mas Panji." ucap Aya pelan. Aya pun memeluk Fathur yang masih terlihat syok dengan kejadian baru saja. Entah apa yang akan terjadi bila tidak ada Panji. "Ban Motornya bocor?" tanya Panji dengan lembut. "Iya Mas, mana rumah saya masih cukup jauh, mana ada tambal ban dekat sini kalau sudah malam." ucap Aya pelan. "Pakai motor ku saja. Motornya tinggal disini biar aku bawa ke kos. Kost aku dekat sini." ucap Panji menawarkan bantuan. Aya dan Fathur pun saling pandang dan mencari jawaban. "Baiklah Mas Panji." ucap Aya pelan. Hari sudah semakin malam, lagi pula mereka bertukar motor, jadi apa yang perlu ditakutkan. "Ini kunci motornya." ucap Panji memberikan kunci motor kepada Aya. "Kita temani saja. Biar motor ini kita bawa ke kos sebentar Panji. Kasihan mereka." ucap Wibisono yang melihat bibir Fathur sedikit pucat karena kejadian tadi. Panji pun mengganggukkan kepalanya tanda setuju. "Aku antar Aya. Kalian bawa motor ku saja. Aku akan mengikuti kalian dari belakang. Sampai di pertigaan berhenti dulu, aku masukkan motor kalian di kost aku." ucap Panji menjelaskan. Sebenarnya Aya pun tidak langsung mudah percaya dengan orang yang baru di kenalnya apalagi laki laki, tentu harus tetap bersikap waspada. Panji dan Wibisono pun saling menyetep motor. Motor Aya pun di parkiran di garasi kost Panji. Kemudian mereka mengantarkan kakak beradik itu sampai di rumahnya. "Ini rumah kami Aya?" tanya Panji pelan ke arah Aya. Rumah sederhana di daerah Janti dekat dengan jembatan layang. Di depannya pemandangan Rel Kereta Api yang masih sangat aktif dipergunakan untuk perjalanan ke Surakarta ataupun Surabaya. "Iya, maaf ini sudah malam, Aya tidak bisa mempersilahkan kalian masuk ke rumah." ucap Aya menolak secara halus. "Iya Aya, tidak apa-apa. Kami berdua hanya ingin memastikan kamu selamat sampai di rumah. Besok aku antarkan motornya." ucap Panji pelan. "Tidak perlu Mas Panji, biar Aya ambil, sekalian mau ada pemotretan di studio." ucap Aya kemudian. "Pemotretan? kamu? foto model?" tanya Panji penuh semangat. "Ikut lomba aja. Lumayan hadiahnya kalau menang Mas Panji, buat nambah untuk biaya hidup." ucap Aya pelan. "Baiklah Aya, kami permisi dulu. Assalamualaikum.." ucap Panji berpamitan dan mengucap salam dengan sopan. "Iya hati hati Mas Panji. Waalaikumsalam..." Jawab Aya dengan lembut. Aya dan Fathur pun segera masuk ke dalam rumah dan memasukkan motor Panji ke dalam rumah, dan mengunci pintu rumah itu. Ibunya biasanya menunggu, mungkin terlalu lelah jadi tidak bisa menunggu. Aya dan Fathur pun mencuci kaki kemudian masuk ke dalam kamarnya masing-masing. Aya masih mengingat kejadian yang baru saja dia alami. Mungkin bila tidak ada Panji, nasibnya tentu akan berbeda. Aya pun mulai tertidur pulas dan nyenyak hingga mimpi indah pun menghampiri pikirannya. Bayangan Panji sebagai penyelamat pun menjadi pusat mimpinya kali ini. "Aya ... bangun sudah shubuh. Kamu Ndak sholat Nduk?" tanya Ibu Aya pelan. "Ibu... Aya sedang ada tamu. Ini Bu, ada sedikit rejeki dari hasil jualan tadi malam. Aya kebagian Empat Ratus ribu. Ini yang dua ratus untuk Ibu, sisanya Aya simpan untuk membayar SPP dan seminar." ucap Aya pelan. "Alhamdulillah... bersyukur Nak. Allah SWT masih memberikan rejeki yang banyak dan halal kepada keluarga kita." ucap Ibu Aya penuh ketulusan. "Aamiin Bu. Ibu sibuk, buatkan kue bolu bisa Bu? Tadi malam motor Aya bocor ban nya. Ada yang membantu Aya. Mau Aya beri kue sebagai ucapan terima kasih." ucap Aya pelan. "Oh... Ya sudah Ibu buatkan dulu, sepertinya bahan bahannya juga masih lengkap. Kamu mandi dulu." ucap Ibu Aya pelan. Dengan bergegas, Aya pun mandi dan bersiap diri. Wangi kue bolu buatan Ibu memang tidak ada tandingannya. "Ibu, Aya antar saja. Nanti Aya sekalian ambil motor kemudian ke rumah Firman mau pemotretan." ucap Aya pelan. "Iya Nduk. Yang penting jaga diri kamu dan jaga kesehatan kamu. Ojo ngoyo, Kabeh mau wes diatur ku Gusti Allah." ucap Ibu Aya selalu menasehati dan mengingatkan. Ibu Aya pun bersiap diri untuk kembali berjualan di Pasar. Karena ini hari Minggu, maka lapak akan di buka lebih awal, banyak pengunjung yang berbelanja pada hari libur. Baik orang lokal Yogya sendiri, dari luar kota ataupun turis dari negara lain. Aya memasukkan kue bolu itu ke dalam kotak mika besar se-ukuran kue bolu itu. Dan mengeluarkan motornya dan mulai memanaskan motornya di teras rumah. Pagi ini, terasa sepi sekali, langit seperti mendung walaupun bukan pertanda hujan. Ponsel Aya berbunyi dengan sangat nyaring. Firman... "Assalamualaikum... Firman. Gimana? aku nanti ke rumahmu, aku antar ibu dulu ya." ucap Aya pelan. "Waalaikumsalam... Aya .... Maafkan aku ya, Bunda sakit, aku sudah di Jakarta untuk pengobatan Bunda. Ayah..... " ucapan Firman pun terhenti, terdengar Isak tangis dari arah seberang. "Firman, apa yang terjadi....!!!!" ucap Aya dengan sangat keras..... Tut..... Tut...... Sambungan telepon pun terputus dan berkali kali Aya mencoba menelepon kembali, tapi nomor Firman tidak bisa dihubungi. Tak terasa satu tetes air mata Aya pun turun ke pipinya, Aya bisa merasa kesedihan yang sedang di alami oleh Firman. Satu satunya cara untuk mengetahui informasi adalah mendatangi rumah Firman. "Aya, ibu sudah siap Nduk. Ayok berangkat." ucap Ibu Aya pelan. "Iya Bu." ucap Aya pelan, tatapannya pun langsung berpindah pada motor yang akan digunakannya. "Kamu kenapa Nduk? kok nangis?" tanya Ibu Aya dengan lembut. "Bundanya Firman, sakit Bu. Sekarang di Jakarta untuk pengobatan." ucap Aya pelan. "Kamu kuat bawa motor gak? Biar Ibu diantar Fathur saja gak apa-apa." ucap Ibu dengan pelan. "Bisa kok Bu. Aya hanya terbawa suasana saja." ucap Aya pelan. Aya dan Ibu pun menaiki motor dan segera menuju Pasar Beringharjo. "Doakan yang terbaik untuk Firman dan keluarganya terutama untuk Bundanya. Hubunganmu dengan Nak Firman bagaimana?" tanya Ibu Aya menyelidik. Wajar bukan seorang Ibu tetap waspada dengan pergaulan anak perempuannya. Takut salah arah dan salah pergaulan yang bisa menyebabkan penyesalan seumur hidup. Bagi orang tua pun menyesal luar biasa di saat anak memilik cita cita dan harapan tetapi harus gagal dan harus pupus karena sesuatu hal yang tidak berakhlak. Hubungan berbeda jenis itu lebih sulit di mengerti, bilangnya kakak adik ternyata? mblendung di kemudian hari, bilangnya sahabat? ternyata sudah telat tiga bulan. Kan repot kalau begini..... bukan masalah tanggung jawab, tapi masalah kesiapan secara lahir batin. Kalau hanya tanggung jawab dan mengucap ijab kabul itu mudah, tapi selanjutnya rumah tangga akan dibawa kemana. Banyak pernikahan dini atau pernikahan muda yang berakhir perceraian dengan alasan sudah tidak ada kecocokan lagi. Mudah bukan berbicara berpisah!!! talak!!! kenapa kalau dikamar selalu cocok cocok saja? "Ibu.. bukankah ibu selalu melarang Aya berpacaran?" tanya Aya kemudian. "Lalu kalau Ibu memberikan lampu hijau kamu akan berpacaran Nduk?" tanya Ibu pelan. Aya pun hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan ucapan ibunya. "Mboten Bu. Aya akan bekerja dan membahagiakan Ibu dulu dan Fathur." ucap Aya pelan. "Tapi kamu suka dengan Firman?" Tanya Ibu kemudian. "Hanya perasaan sayang kepada kakak saja Bu. Seperti Aya kepada Kak Fadil ataupun Fathur. Sudah Aya anggap saudara. Maafkan Aya bila berteman terlalu kelewatan." ucap Aya pelan. "Ibu hanya tidak ingin kalian salah paham. Semua itu bermula pada perkenalan, pertemanan, persahabatan dan percintaan." ucap Ibu pelan. "Inggih Bu. Aya paham maksud dari nasihat Ibu." ucap Aya pelan. "Kehidupan kita dengan keluarga Firman itu juga jauh. Jangan menggapai angan-angan yang kira kira akan membuat kita sakit hati. Kamu anak perempuan Ibu satu satunya. Ibu pasti ingin yang terbaik untuk kamu." ucap Ibu pelan. "Inggih Bu." ucap Aya pelan dan sopan. "Ibu juga sayang dengan Firman. Ibu hanya minder saja dengan keluarga besarnya. Orangnya baik dan ramah, Ibu lihat Firman itu menyukaimu Aya." ucap Ibu pelan. "Firman sudah punya pacar Bu, namanya Sariyem." ucap Aya sedikit ketus. "Sariyem???" ucap Ibu kaget. "Sari Bu. Aya suka panggil Sariyem. Habis suka cemburuan sama Aya." ucap Aya kesal. "Itu tandanya Firman memperhatikan kamu lebih dibandingkan kepada Sari pacarnya." ucap Ibu menjelaskan. "Ya kan Bu, kita bersahabat sudah lama. Kalau mau pacaran dari dulu aja mungkin. Tapi kan emang kita tidak saling menyukai." ucap Aya pelan. "Yakin tidak saling menyukai?" tanya Ibu pelan. Skakmat.... ucapan Ibu pun sukses membuat Aya berpikir jauh. Rasa cintanya pernah tumbuh saat SMP. Tapi saat ini sudah tidak lagi, saat Sariyem resmi menjadi pacar Firman. Apakah aku mencintai Firman??? gumam Aya dalam hati. Aya pun melamun hingga tidak fokus dengan jalan raya dan rambu lalu lintas. Pritttttt....... Suara nyaring dari sempritan polisi pun membuat Aya sangat panik dan gugup. Motornya pun segera di pinggirkan, sesuai perintah Polisi Lalu Lintas yang akan menilangnya. "Owalah Nduk... Ibu bilang lampu merah, kok ya malah mbok terabas ki piye. Jangan melamun Nduk" Ucap Ibu mengingatkan. "Maaf Bu. Maafkan Aya." ucap Aya pelan dan menyesal. "Selamat Pagi... bisa kami lihat surat surat kendaraannya." ucap Polisi itu sambil menatap intens ke arah Aya. "Pagi Pak, saya hanya bawa SIM, STNKnya sama teman saya. Saya cuma pinjam motornya." ucap Aya pelan. "Tidak bisa Mbak. Anda tetap kena tilang." Polisi tersebut menulis Surat Tilang dan memberikannya kepada Aya. "Pak, tidak ada cara lain?" tanya Aya mengiba. "Maafkan ini sudah menjadi pekerjaan kami. Silahkan bayar denda ke bank yang telah ditunjuk dan mengikuti sidang, SIMnya sebagai jaminan." ucap Polisi itu pelan, dan masuk ke dalam Pos Polisi. Aya pun hanya tertunduk dan memasukkan surat tilang itu ke dalam tasnya. Dan akan melanjutkan perjalanannya kembali. "Mbak.... mbak..." panggil Polisi itu dengan keras. Aya pun turun kembali dan masuk ke dalam Pos Polisi. "Mau damai gak Mbak? Kalau mau, saya minta. nomor Hpnya. Lalu cukup bayar denda tilang disini saja. Surat Tilangnya kembalikan kepada saya." ucap Polisi yang satunya. "Maaf Pak. Saya mau jadi warga negara yang baik. Saya akan tetap ikut sidang." ucap Aya dengan ketus dan meninggalkan Pos Polisi. "Kenapa Nduk?" tanya Ibu pelan. "Biasa Bu. Minta jatah uang makan." ucap Aya dengan asal. Perjalanan tinggal sedikit lagi, Aya pun mencari tempat parkiran dan ikut membantu Ibu membuka lapak di Pasar Beringharjo. "Aya.... tumben datang." tanya Mas Gepeng penjual sepatu di samping lapak Ibu. "Iya Mas... Fathur lagi sibuk." ucap Aya pelan. "Haiii... Aya..." ucap Mas Whatonk yang duduk di depan lapak Ibu. "Mas Whatonk... ada baju baru gak?" tanya Aya pelan. "Udah disiapin buat tuan putri. Ini ada tiga, model terbaru, kalau di butik harganya sekitar dua ratusan. Buat kamu gratis aja." ucap Mas Whatonk pelan. "Wah gak Mas. Aya gak mau kalau gratis." ucap Aya pelan dan mengembalikan bungkusan itu. "Kan satu minggu lagi kamu ulang tahun Aya. Anggap saja hadiah dari Mas Whatonk terganteng se-Pasar Beringharjo." ucap Mas Whathonk dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. "Makasih Ya Mas. Aya terima." ucap Aya pelan. "Iya Aya.... sering main kesini donk, biar bisa lihat yang bening." ucap Mas Whatonk menggoda. Ibu Aya hanya menggelengkan kepala dengan teman teman lapak di sekitarnya, sejak dulu selalu menggoda Aya. Bahkan ada yang terang terangan melamar Aya, namun ditolak secara halus. Aya masih ingin sekolah dan masa depannya masih panjang. "Ibu, Aya langsung pulang. Mau kembalikan motor, dan ke rumah Firman." ucap Aya pelan. "Hati hati Nduk. Ojo ngalamun nek numpak motor." ucap Ibu menasehati. "Inggih Bu. Assalamualaikum... " pamit Aya dengan sopan dan menyalami punggung tangan Ibunya. "Waalaikumsalam... " ucap Ibu Aya pelan. "Mas Gepeng, Mas Whatonk... Aya pulang dulu ya. Mau pemotretan dulu. Doain lancar." ucap Aya pelan. Sambil melambaikan tangan ke arah mereka. Acara kedua, Aya pun segera mengendarai motor menuju kost Panji. Sebelumnya Aya mengisi bahan bakar motor Panji dengan penuh, sebagai tanda ucapan terima kasih. Motor pun sudah terparkir di depan kost Panji. Suasananya cukup rame di teras kost Panji. Ada ibu tua penjual gudeg keliling sedang menjajakan dagangannya kepada anak kost disekitarnya. "Assalamualaikum..." ucap Aya pelan. "Waalaikumsalam... " ucap salah satu anak kost disana. Disini kost khusus pria, ada yang masih kuliah, ataupun bekerja. Ada yang single, semi Single dan sudah double atau bahkan triple. Dari yang muda, setengah tua, atau papah muda juga ada. Satu rumah ini berisi tiga puluh kamar kost. Dan semua penuh. Bisa dibayangkan berapa pendapatan per bulan yang diterima oleh Ibu Kost? "Cari siapa Mbak?" tanya satu orang yang sedang makan sambil membawa pincuk berisikan nasi gudeg. "Mas Panji ada?" tanya Aya dengan sopan. "Langsung aja ke kamarnya. Ada di kamar kok." ucap anak kost itu dengan spontan. Mungkin dipikirnya Aya adalah kekasih Panji. "Tolong panggilkan Mas. Saya tunggu disini aja." ucap Aya dengan pelan dan sopan. "Panji........ Panji....... Iki ono bojomu....!!!!" ucap anak kost itu. Sontak kedua bola mata Aya pun mendelik mendengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD