Bab 4. Pura-pura tidak Tahu

1246 Words
Setelah mengantar Jolina pulang ke rumah, Leon merasa bersalah dan mengatur rencana untuk meminta maaf kepada Bella, istri mudanya yang baru saja dinikahinya. Dalam hati, ia menyesal telah membuat alasan yang belum tentu bisa diterima oleh Bella. Namun, dengan harapan besar, ia membeli buket bunga dan coklat favorit Bella, semoga saja istrinya itu tidak marah dan mau mendengar penjelasannya. Sesampainya di apartemen, ia langsung menekan kode akses untuk masuk. Begitu pintu terbuka, seketika ia melangkah masuk, namun yang ditemui hanyalah keheningan. "Bella, Sayang, kamu ada di mana?" seru Leon, mencari ke seluruh sudut ruangan, tetapi tak kunjung menemukan keberadaan Bella. Kebingungan mulai menyelimuti pikiran Leon, lalu ia melangkahkan kakinya menuju ke lantai atas, tempat di mana kamarnya bersama Bella berada. Tok, tok, tok! "Sayang, apa kamu ada di dalam?" panggil Leon seraya mengetuk pintu kamar, mengharapkan suara istrinya dari balik pintu. Namun, nyatanya tak ada jawaban sama sekali. Dengan perasaan khawatir, Leon memutar gagang pintu dan membukanya, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi di dalam sana. Di saat itu, kondisi di dalam kamar sangat gelap, sehingga Leon tidak bisa melihat apa-apa di sana. Ia meraba, mencari saklar lampu dan setelah menemukannya, dia sangat terkejut melihat istrinya berada di atas tempat tidur, mengenakan lingerie putih yang cukup transparan untuk memperlihatkan pakaian dalam serta lekuk tubuh indahnya. Seketika, perasaan cemas berganti menjadi takjub. Leon menelan salivanya dengan susah payah, di bawah sana juga terasa ada sesuatu menyesakkan celana, membuatnya ingin cepat-cepat menerkam sang istri. Melihat adegan istrinya yang begitu menggoda, bagai menghipnotis Leon untuk bertindak secepatnya. Tidak hanya itu saja, Bella juga bergaya dengan mengeksplor tubuhnya dari ujung kaki hingga memperlihatkan paha putih mulusnya, membuat Leon semakin kalap. Sebagai seorang pria normal, tentunya sulit untuk mengabaikan godaan ini. "Sayang, apa kamu seperti ini untuk menyambutku?" tanya Leon berharap. Namun, Bella tak menjawab. Ia hanya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya agar suaminya itu mendekat. Leon mencoba menenangkan diri, mencari logika di balik tindakan sang istri yang begitu menggoda dan merasa senang atas kejutan manis yang didapatkannya. Leon tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas yang ada di hadapannya, terlebih Bella kini telah resmi menjadi istrinya. Setelah meletakkan bunga dan coklat di atas meja, Leon segera mendekati Bella. Dengan sigap, Bella menarik kerah baju suaminya itu hingga kini berada di atas tubuhnya yang terlentang. Leon merasa bingung, apa mungkin ini cara Bella melampiaskan rasa marahnya, atau bahkan nafsunya? Entahlah, dia sama sekali tak bisa membaca apa yang sebenarnya sedang berkecamuk di dalam hati istri kecilnya itu "Aku minta maaf, Sayang, sudah meninggalkanmu tadi. Tapi, aku akan menebusnya sekarang," ucap Leon, berusaha menyelipkan senyuman mesra. "Kamu memang harus menebusnya, Mas," batin Bella. Ia tersenyum manis, memilih untuk pura-pura tidak tahu tentang fakta yang sebenarnya. Entah apa yang direncanakan Bella, hanya dia sendiri yang tahu. Bella menghela napas, lalu berkata lembut di telinga Leon, "Mas, ini malam pengantin kita. Walaupun sudah hampir tengah malam, tapi belum terlambat 'kan? Aku sudah menunggumu dari tadi." Mendengar bisikan Bella, Leon merasa senang dan semakin terpacu untuk membuktikan cintanya. Tanpa berbicara lebih lanjut, dia menciumi leher jenjang istrinya dengan penuh gairah, sementara tangan nakalnya mengusap lembut paha wanita tersebut, lalu menyelinap masuk ke dalam segitiga di bawah sana dan meraih lembah kenikmatan yang sudah sangat dirindukannya itu. "Ahh …." Bella mendesah, sejenak ia terhanyut dalam kenikmatan sentuhan yang diberikan oleh suaminya. Namun, ada sebuah pertanyaan yang mengganjal di benaknya, apakah ia benar-benar menikmati momen ini, ataukah ini hanya melampiaskan rasa amarah atau cemburu yang dirasa oleh hatinya? Dia mencoba untuk mengusir pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian memfokuskan diri pada perasaan yang sedang dialaminya. Mendengar desahan istrinya, Leon semakin bersemangat. Ia melepaskan pelindung segitiga merah muda dan memainkan jarinya di bawah sana, sehingga membuat Bella melengkungkan tubuhnya dan semakin mendesah hebat. Kemudian, dia menyambar bibir wanita itu dan melumatnya dengan penuh nafsu. Bella pun membalasnya, namun kali ini ia terlihat lebih liar dari biasanya. Dia menggigit bibir suaminya dengan sangat kuat, membuat pria itu merasa kesakitan. Namun tak mengapa bagi Leon, justru ia menyukainya karena menganggap Bella saat ini semakin lihai, mampu menyeimbanginya. Selanjutnya, Leon membuka pakaian Bella, hingga terlihat dua bukit kembar yang menyembul keluar. Dengan mata berbinar, ia memperhatikannya dengan penuh kekaguman. Tak perlu berlama-lama, dia langsung saja menyambar dan menyesapnya dengan rakus, serta meremasnya dengan nafsu yang semakin menggebu-gebu. Sehingga lagi-lagi Bella mendesah kuat, bahkan suaranya sudah memenuhi seisi ruangan. Kini, keduanya pun telah polos tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuh mereka. Dengan posisi Leon yang duduk, Bella segera naik di atas pangkuan suaminya itu lalu mengarahkan junior sang suami yang sudah sangat mengeras, hingga terbenam sempurna pada miliknya. Setelah itu, keduanya pun bersama-sama memacu dengan cepat, diiringi suara desahan yang saling bersahutan dan peluh yang bercucuran, tak lama kemudian mereka telah mencapai puncak secara bersamaan. Seketika tubuh Leon ambruk dengan ditindih oleh tubuh Bella yang berada di atasnya, napas keduanya saling beradu, namun ada kelegaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. "Kamu benar-benar luar biasa, Sayang. Kamu semakin hebat dan membuat aku semakin mencintaimu," ungkap Leon dengan penuh kebanggaan. "Kamu juga, Mas. I love you too," balas Bella, tersenyum. Leon tersenyum lega, lalu mengecup kening Bella dengan penuh kasih sayang. Dia berharap mereka bisa menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya, tanpa perlu lagi merasa takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi. Setelah Leon mencabut keintimannya, keduanya langsung tidur dengan erat dalam pelukan, menikmati kehangatan tubuh masing-masing yang hanya ditutupi selimut tebal. *** Keesokan harinya, Bella perlahan terbangun. Matanya berkedip-kedip saat sinar mentari pagi menyelinap masuk lewat celah jendela dan menerpa wajahnya yang cantik. Bella merasa ada yang berbeda, ketika ia melirik ke samping, ia menyadari bahwa Leon tidak lagi berada di sisinya. Pandangannya kemudian tertuju pada sepiring sandwich dan segelas s**u yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur. Ada juga sebuah nota dan pesan tertulis di atasnya. Bella tersenyum, ia tahu betul bahwa inilah cara Leon untuk membuatnya merasa lebih baik saat ia terpaksa pergi lebih awal. Bella segera bangkit, lalu meraih nota tersebut dan mulai membacanya. "Selamat pagi, Sayang. Aku sengaja tidak membangunkanmu karena sepertinya kamu sangat kelelahan. Tapi maaf, aku ada rapat penting pagi ini. Setelah selesai, aku akan langsung pulang menemuimu dan kita akan menghabiskan waktu bersama. Jangan lupa dimakan sarapannya. Aku mencintaimu." Seiring ia membaca pesan itu, perasaan bahagia yang sempat muncul di hati Bella kini berubah. Rasa senang itu tiba-tiba tergantikan oleh senyum sinis yang entah dari mana datangnya. "Ck, meeting penting atau menemui istri pertamamu, Mas? Kita sudah menikah, tapi kamu masih menganggap aku seperti simpanan. Oh iya, memang aku istri simpanan ya?" gumam Bella, merasa hidupnya benar-benar miris. Namun, meskipun Bella tahu bahwa ia hanyalah istri kedua, dia berusaha bersikap seolah tidak ada yang terjadi dan berpura-pura tidak tahu. Di dalam hati, perasaan sakit ini menghujam, namun rasa cinta yang mendalam kepada Leon membuatnya tak ingin kehilangan pria itu begitu saja. "Bella, kamu yang sudah memutuskan untuk menjalani hidup seperti ini. Jadi kamu harus semangat," ucapnya dalam hati untuk menyemangati diri sendiri. Akan tetapi, Bella kembali merenung, merasa sedih dengan nasib pernikahan yang seharusnya membuat orang bahagia. Dia yang bekerja magang di perusahaan Leon dan sudah mengambil izin karena pernikahannya, namun suaminya itu harus pergi rapat dan ia tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Untuk menghilangkan rasa sedih dan jenuh itu, akhirnya Bella pun bergegas mandi dan berpakaian rapi, berniat mengunjungi suatu tempat. Namun, begitu membuka pintu apartemen, ia merasa terkejut karena melihat seseorang yang tidak asing baginya sedang melangkahkan kaki menuju ke salah satu unit apartemen yang berada di sana. "Kenapa dia ada dia di sini?" Bersambung …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD