Setelah menangis bersama, Saka dan Naura kembali ke cafe. Setelah itu, ia pulang menggunakan mobilnya tanpa bicara apa pun lagi pada Naura.
Sesampainya di rumah.
"Saka, papa ingin bicara," kata Raka begitu melihat putranya memasuki rumah.
Dengan lesu, Saka berjalan mendekat ke arah papanya kemudian duduk di sebelah pria yang sangat disayanginya itu.
"Kenapa kamu menghindari papa akhir-akhir ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu juga belum kasih tahu papa tentang kebenaran kehamilan Salsa?" cerca Raka.
"Sudahlah, Pa ... semua urusan sudah beres, kan? Papa tidak perlu memikirkan apa pun."
"Jadi, benar kamu melakukannya?" Raka masih belum percaya jika Sakalah ayah dari janin yang dikandung Salsa.
"Pa ... kita jalani saja semua. Papa aja bisa berjiwa besar, kenapa aku nggak?" Dari jawaban Saka, Raka bisa menyimpulkan semuanya.
"Apa perasaan cinta kamu terlalu besar untuk Salsa, sampai-sampai kamu melakukan ini? Bertanggung jawab atas hal yang tidak pernah kamu lakukan?"
"Papa ... Saka kok yang ngelakuin."
"Kamu putra papa, papa tahu kapan kami berbohong, kapan kamu jujur. Kenapa kamu melakukannya?"
"Aku hanya kasihan sama Salsa, Pa. Laki-laki yang menghamilinya menghilang."
"Tapi nggak seharusnya juga kamu mengakui kalau kamu yang sudah menghamilinya. Kamu beda kasus sama papa. Dulu Dea istri papa, papa juga sangat mencintai dia. Makanya apa pun papa lakukan. Kalau sampai mama kamu tahu, pasti dia akan kecewa. Pasti mama kamu akan menganggap papa nggak becus mendidik kamu." Raka kecewa dengan apa yang dilakukan putranya kali ini. Ia tidak ingin sejarah terulang karena ketidak tegasan Saka. Seperti dulu dirinya yang tidak tegas hingga akhirnya menyakiti banyak pihak.
"Doakan saja biar laki-laki itu muncul, Pa. Seminggu ini aku juga nyariin dia, Salsa juga nyari. Tapi belum ada tanda-tanda kemunculan dia." Saka menyenderkan kepalanya ke sofa. Ia sungguh lelah dengan masalah yang ia hadapi sekarang ini.
"Mama sudah tahu kamu akan menikah. Besok mama sama Alika ke sini. Papa harap, kamu mau menceritakan hal yang sebenarnya." Alysa-mama kandung Saka-saat ini memang tinggal di luar kota bersama Alika-adik Saka-juga bersama suaminya yang sekarang. Saka memang sengaja tidak menghubungi mamanya. Karena ia pikir, pernikahannya dengan Salsa akan batal dengan kehadiran Reno. Tapi nyatanya, sampai detik ini batang hidung Reno belum terlihat sama sekali.
***
Di rumah Naura, Naura tengah makan malam bersama orang tua juga ketiga adiknya. Namun, sejak memulai makan malam, Naura sama sekali belum menyuap sesendok nasi pun. Ia terlihat melamun. Melihat kelakuan putrinya, Farhan mengkode Niken menanyakan apa yang terjadi pada putri sulungnya itu. Niken hanya menggeleng karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Usai makan malam, Farhan menemui Naura di kamarnya. Sedangkan Niken sedang mendampingi Tasya dan Dira belajar.
Lagi-lagi Farhan melihat Naura tengah melamun di depan meja riasnya dengan pandangan kosong ke cermin. Farhan berjalan mendekat. Kedua tangannya menyentuh pundak Naura.
"Ada masalah apa dengan putri ayah? Dari tadi ayah lihat, melamun terus?" Farhan duduk di ranjang tepat di samping kursi rias yang Naura duduki.
"Naura patah hati, Yah." Tanpa ingin menutupi, Naura mengatakan apa yang sedang dirasakannya. Farhan menarik tangan Naura agar putrinya itu duduk di ranjang di sampingnya. Dirangkulnya pundak Naura.
"Siapa pria yang sudah membuat Naura patah hati?"
"Bukan salah dia sebenarnya, Yah. Tapi salah Naura. Terlalu baper sama perhatian dia. Padahal dia sama sekali nggak cinta sama Naura. Bahkan lusa, dia akan menikah," ucap Naura jujur.
"Saka?" Naura mengangguk pelan.
"Salah nggak sih, Yah, kalau Naura jatuh cinta sama dia?"
"Nggak ada yang salah sama rasa cinta. Kamu hanya kurang beruntung. Ikhlaskan, Sayang. Berarti dia bukan jodoh kamu. Ayah yakin, putri ayah yang baik ini juga akan bertemu dengan jodohnya yang baik juga. Jangan sedih lagi, mama sama ayah nggak suka lihat Naura sedih." Farhan menghapus air mata di pipi Naura dengan jari-jarinya.
"Tadinya Naura juga nggak sedih, Yah. Tapi ngebayangin Saka akan menikah, ngebuat Naura merasa kalau Naura akan kehilangan Saka. Sahabat yang selama ini selalu ada buat Naura."
"Masih ada ayah sama mama. Kami juga mau jadi sahabat Naura. Jadi Naura nggak usah sedih ...." Naura memeluk ayahnya erat. Ia tumpahkan air matanya di d**a sang ayah hingga baju Farhan basah oleh air mata putrinya.
***
Saka mengajak Salsa untuk bertemu. "Bagaimana? Sudah ada tanda-tanda kemunculan Reno?" tanya Saka.
Salsa menggeleng. "Belum."
Saka menghela napas, sebelum akhirnya diembuskannya kasar. "Baiklah, aku akan menikahimu. Semata-mata untuk menutupi aib kamu. Setelah anak itu lahir, kita bercerai. Selama menikah kita tidak perlu melakukan kewajiban kita. Tapi tenang saja, aku akan tetap memberimu uang bulanan." Semalaman Saka telah berpikir. Dan akhirnya keputusan untuk tetap menikahi Salsalah yang ia ambil.
Mata Salsa berkaca-kaca. Ia sungguh terharu dengan apa yang Saka lakukan. "Terima kasih Saka ... terima kasih ...." Salsa ingin memeluk Saka, namun Saka menahannya dengan tangannya.
"Tolong, jangan pernah ada kontak fisik di antara kita. Sekalipun hanya berpegangan tangan." Salsa mengangguk. Ia hanya bisa menuruti apa pun yang Saka katakan.
***
Esoknya semua anggota keluarga Saka sudah berkumpul di masjid dekat rumah Salsa. Tempat yang menjadi pilihan orang tua Salsa untuk menikahkan putrinya. Penghulu juga sudah hadir di sana. Naura sekeluarga juga ikut menghadiri. Karena selama ini Saka memang sudah sangat dekat dengan keluarga Naura.
Satu jam menunggu, belum ada tanda-tanda kehadiran keluarga Salsa.
"Maaf Pak Raka, saya ada acara di tempat lain. Di mana mempelai wanitanya?" tanya penghulu.
"Sebentar Pak, saya tanyakan dulu kepada putra saya." Raka mendekati Saka yang sedari tadi menundukkan wajahnya. Ia tidak sanggup menahan air matanya jika sampai beradu pandang dengan Naura.
"Bagaimana Saka? Di mana Salsa? Pak penghulu ada acara di tempat lain."
"Nomornya susah dihubungi, Pa ...."
"Apa papa suruh orang untuk mencaritahu ke rumahnya?"
"Terserah Papa."
Akhirnya Raka meminta tolong sopirnya untuk mencaritahu apa yang terjadi di rumah Salsa. Baru saja sopir Raka melewati pintu masjid, mobil orang tua Salsa tampak berhenti di depan masjid. Orang tua Salsa turun dari mobil, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran Salsa. Langkah mereka tertuju pada Raka.
"Mana Salsa?" tanya Raka begitu orang tua Salsa ada di depannya.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Raka mengangguk. Ayah Salsa mengajak Raka dan Saka untuk duduk di salah satu pojok ruangan.
"Sebelumnya saya minta maaf, terutama pada Saka," pinta ayah Salsa.
"Minta maaf?"
"Iya, Pak ... maafkan kami yang telah lalai menjaga putri kami. Maafkan kami yang telah asal menuduh Saka. Kami sudah tahu semuanya," jelas ayah Salsa.
"Tentang Reno, Om?"
"Iya ... semalam Reno datang ke rumah. Ia berjanji akan bertanggung jawab. Salsa tidak berani datang ke sini. Dia hanya minta maaf karena dia sempat takut untuk bicara yang sebenarnya."
Saka mengembuskan napas lega. Akhirnya ia tidak jadi menjadi tumbal.
"Akhirnya semuanya clear. Saya juga sudah tahu yang sebenarnya, Pak. Tapi Saka mengatakan ingin menutupi aib Salsa. Jadi saya tidak melarangnya."
"Pak Raka sungguh beruntung memiliki putra seperti Saka," puji ayah Salsa tulus.
"Saka doakan semoga Salsa bahagia. Kapan Reno akan menikahi Salsa, Om?"
"Secepatnya. Ia minta diberi waktu untuk bicara dengan orang tuanya."
Usai bicara enam mata, ayah Salsa mendekati penghulu untuk mengucapkan permintaan maafnya karena batalnya pernikahan, juga karena sudah membuang waktu penghulu. Pak penghulu pun akhirnya bisa memaklumi.
Setelah itu, ayah dan bunda Salsa pamit. Saat penghulu juga berniat untuk pergi, Saka mencegahnya.
"Maaf, Pak Penghulu ... jangan pergi dulu ...."
"Ada apa?"
"Sebentar ...."
"Om, izinkan Saka menikahi putri Om ... Saka berjanji akan membahagiakannya, Om ...."
TBC.