Bab 5 - Pepatah

1716 Words
Akibat menghabiskan hari libur untuk tetap bekerja di rumah, Adrian pun ketiduran di atas meja kerjanya. Pada pukul 5 sore, Pria itu membelalak terbangun dari tidurnya. Keringatnya yang memenuhi pelipis, serta bagian bawahnya yang berdiri tegak, terjadi ketika Adrian baru saja terbangun. " Gila! Apa yang sedang ku pikirkan sih??? " Batinnya, merutuki diri sendiri. Semua yang terjadi padanya saat ini ialah, karena sebuah mimpi b*sah yang tiba-tiba muncul dalam tidurnya. Hanya karena tak sengaja melihat tubuh sintal Eva, Pria itu sampai mengalami Mimpi b@s@h dengan Eva. Siapa yang mengira hal itu akan menimpa dirinya? Pada akhirnya, Adrian memilih kembali ke kamarnya. *** Malam ini pukul 2 dini hari, Rayyan mendadak demam. Hal itu cukup membuat Eva merasa panik. Ia bingung harus berbuat apalagi setelah mengkompres Rayyan dengan air hangat. Saat Rayyan terlelap dari tidurnya, Eva mencoba keluar dari kamar, sambil berharap ada seseorang yang mau menolongnya. " Astaga, apa yang harus aku lakukan? " Gumamnya, melihat suasana rumah cukup gelap. Rumah besar itu, memadamkan lampunya di beberapa tempat. Disisi lain, Eva tak berani membangunkan para pelayan, apalagi Zuri sang kepala pelayan. Saat ini, kamar terdekat dari kamar Rayyan adalah kamar Tuam Adrian, majikannya. Eva yang sedang kelimpungan, akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Adrian. Wanita itu dengan hati yang cemas, sekaligus panik, mulai mengetuk pintu kamar Adrian. Adrian yang masih tidur pun, terpaksa terbangun mendengar seseorang berkali-kali mengetuk pintunya. " Siapa sih, malam-malam ganggu?! " Gerutu Adrian, dengan wajah tak rama. Lagi-lagi, ia dibuat tersentak dengan kedatangan Eva yang hanya mengenakan pakaian tidur. Sebuah dress berwarna putih yang cukup tipis. Serta rambut tergerai yang menghiasi wajah cantik tanpa kacamatanya itu, mampu membuat Adrian mematung. " Sial. Apa ini mimpi lagi? " Gumamnya dalam hati. " Tuan, tolong saya! " ujar Eva, penuh kecemasan. " Kalau ini cuma mimpi, aku akan membiarkanmu menemaniku tidur malam ini! " Batinnya sambil menyeret tangan Eva, masuk ke kamarnya. Wanita itu tentu kaget. Kenapa tiba-tiba Majikannya membawanya ke kamar? " Tu-tuan. Jangan seperti ini, saya butuh bantun anda! " Masih dengan tangan yang diseret, Eva memohon pertolongan. " Akh! " Kini, Adrian bahkan melempar Eva ke tempat tidurnya karena menganggap ini semua hanya mimpi. " Tuan, dengarkan saya! Rayyan demam!!! Kita harus membawanya ke Dokter. Saya datang kesini untuk menyampaikan itu, bukan untuk hal lain! " Eva yang sedang panik, membentak Adrian karena terlihat seperti orang yang hilang kendali. " Huft, jangan bawa-bawa Rayyan dalam mimpi bodohmu! " Kini Adrian mendekatkan wajahnya pada Eva, seolah akan menci*m-nya. Akhirnya, dengan keberanian yang ia miliki, Eva melayangkan sebuah tamparan pada Adrian. Bersamaan dengan itu pula, Adrian menyadari bahwa situasi saat ini bukanlah Mimpi, melainkan kenyataan. " Sadarlah, Tuan. Rayyan demam tinggi saat ini, jadi tolong bawa dia ke Dokter sekarang juga! " Pinta Eva, sangat cemas. " Apa? Kenapa kamu nggak bilang dari tadi? " Begitu sadar tentang Rayyan, Pria iti bergegas pergi ke kamar Rayyan. Sementara Eva pun berlari menyusul di belakangnya. Setibanya di kamar, Adrian langsung mengecek suhu tubuh Rayyan, melalui sentuhan pada dahinya. " Benar! Kalau memanggil Dokter jam segini, pasti tidak bisa. " Gumam Pria itu, merasakan suhu panas pada Putranya. " Kalau begitu, bantu aku membawa Rayyan. Aku akan mengambil mobil! " Tutur Adrian, memberi perintah. " Baik, Tuan. " Eva lalu menyiapkan keperluan Rayyan, untuk pergi ke rumah sakit. Sementara Adrian, ia keluar untuk menyiapkan mobil. Tak lama kemudian, Eva akhirnya datang membawa Rayyan dalam gendongannya. Ia segera masuk, begitu Adrian siap bersama mobilnya. Mereka kini menuju ke Rumah sakit terdekat, yang hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit. Setibanya di Rumah sakit, Rayyan akhirnya mendapat penangan medis dari Dokter. Sementara itu, kini Adrian dan Eva terlihat sedang menunggu di luar, di selimuti dengan kecemasan. Melihat Eva yang mengenakan dress tipis, Adrian pun memberikan jaketnya pada Eva. " Nggak perlu, Tuan. Pakai saja, saya nggak dingin kok! " ujar Eva, merasa tidak nyaman, menggunakan pakaian majikannya. " Pakai! " Pinta Adrian, dengan nada memerintah, serta tatapan tajam. " I, iya Tuan. Saya akan mamakainya, " mau tidak mau, Eva akhirnya memakai jaket milik Adrian untuk menutupi tubuhnya. " Soal tadi, maaf. Sepertinya saya mengigau. " Tutur Adrian, meminta maaf atas sikapnya tadi. " Saya mengerti, Tuan. Saya juga minta maaf karena mengganggu istirahat anda, " Balas Eva, menundukkan kepalanya. Adrian sudah tidak kaget lagi soal itu. Ia hanya bisa bernapas lega, setelah minta maaf dengan Eva. " Dia bahkan nggak pakai sendal karena panik! " Batin Adrian, menatap kaki Eva yang tanpa mengenaka alas kaki. " Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana! " ketus Adrian, menatap dingin Eva. " Ba, baik Tuan. Saya akan menjaga Rayyan disini. " sahut Eva, terbata. Ia tampak takut dengan Adrian yang selalu bersikap dingin padanya. * Tak sampai 10 menit, Adrian telah kembali dengan membawa sesuatu di kantung kresek. Begitu tiba di hadapan Eva, Pria itu segera mengeluarkan barang yang baru saja ia beli di kantin Rumah sakit. " Pakai ini. Jangan sampai kamu masuk angin karena nggak pakai sandal! " Adrian memberikan sandal japit karet pada Eva. " Terimakasih, Tuan. " Eva tak segan menerima, dan langsung memakainya. Akhirnya, ia tak kedinginan lagi, karena lupa tak memakai alas kaki. Sambil menunggu Rayyan di tangani, mereka duduk bersama namun tanpa membicarakan apapun. Sesekali Adrian melirik Eva, yang tak menggunakan Kacamatanya. " Kemana kacamatamu? Bukannya kamu minus? " Tanya Adrian, demi menuntaskan rasa penasarannya. " Saya lupa memakainya, Tuan. Tapi saya masih bisa melihat kok, " Balas Eva, tanpa mengatakan yang sebenarnya. " Oh, syukurlah. Tapi ada satu hal lagi yang membuatku penasaran. " " Apa itu, Tuan? " Eva dengan cermat mendengarkan ucapan majikannya. " Kenapa kamu Resign dari perusahaan dan malah menjadi pengasuh? " ucap Adrian, bersama rasa penasarannya. Mendengar itu, Eva tersentak. " Bagaimana anda tau, kalau sebelumnya saya pegawai kantoran? " Tanya Eva, seketika merasa gugup. " Wahh, yang benar saja! Kamu bahkan nggak mengenali bos-mu dengan baik. Aku ini Ceo di perusahaan tempat kamu bekerja sebelumnya! " Akhirnya, tiba dimana Adrian mengatakan yang identitasnya. " A, apa??? " Eva kaget bukan main, karena baru menyadarinya sekarang. Pasalnya semenjak bekerja di perusahaan, Eva tidak pernah tau seperti apa wajah Ceo perusahaan tersebut. Sehingga tak ayal jika ia sangat kaget. " Ma, maafkan saya Tuan. Saya nggak tau! " Katanya, terbata-bata. Tak menyangka, meski keluar dari pekerjaan kantoran pun, Eva tetap bertemu bos yang sama, yaitu Adrian. " Terus kenapa kamu memilih menjadi pengasuh? Bukannya mengasuh bayi itu melelahkan??? " Lagi-lagi, Eva terjebak dengan pertanyaan Adrian. Mana mungkin Eva menjawab yang sejujurnya, bahwa dirinya memerlukan mengeluarkan @sinya setiap hari??? Membayangkanya bercerita saja tidak mungkin! " Apa anda keluarga pasien baby Rayyan? " Tiba-tiba seorang dokter keluar, setelah menangani Rayyan. Untuk saat ini, Eva terbebas dari pertanyaan mem*tikan dari majikannya. " Benar, Dok. Bagaimana keadaan Putra saya? " tanya Adrian, berharap tidak terjadi sesuatu yang serius. " Mari ikut ke ruangan saya! " pinta Dokter Mulya, pada Adrian dan juga Eva. Mereka berdua lalu berjalan mengikuti langkah Dokter Mulya ke Ruangannya. Tak lama kemudian, tibalah mereka di Ruangan Dokter Mulya. Disana mereka mulai mendengarkan penjelasan Dokter, bahwa Rayyan memerlukan imunisasi setiap bulan sekali. Beberapa minggu lagi, Rayyan akan memasuki usia 8 bulan. Jadi demam yang terjadi pada Rayyan merupakan reaksi daya tahan tubuhnya, yang memerlukan imunisasi. " Syukuah, tidak terjadi hal yang serius. Jadi, kapan Anak saya boleh pulang, Dok? " tanya Adrian, memastikan. " Kalau besok demamnya sudah turun, Putra anda sudah boleh pulang, Tuan. " sahut Dokter Mulya, menyampaikan. Rasa lega kini menyelimuti Eva yang sejak tadi sudah panik. " Terimakasih Dok, kalau begitu saya permisi. Mari, " Eva yang sejak tadi mencemaskan Rayyan, kini pamit lebih dulu untuk menjenguk Rayyan di ruangannya. Sementara itu, Adrian masih berada di ruang Dokter Mulya. " Saya juga permisi ya, Dok. " Adrian kini beranjak dari tempat duduknya. " Ya, Tuan. Sepertinya, Istri anda sangat panik. Asalkan panasnya turun, maka Putra anda sudah boleh pulang! " Tutur Dokter Mulya, mengucap kalimat penenang. Adrian hanya tersenyum getir, sambil berlalu dari ruangan tersebut. " Ck, konyol. Istri apanya??? " Gumam Pria itu, merasa kesal karena Dokter mengira, Eva adalah Istrinya. Kini Adrian kembali berada di ruang perawatan Rayyan. Disana ia melihat Eva, yang dengan telaten mengurus Putranya. Melihat itu, Adrian tiba-tiba merasa sedih. " Dia yang orang lain saja, mau merawatmu dengan baik. Tapi kenapa Ibumu malah pergi meninggalkan kamu sendirian, Ray? Semoga kelak kamu jadi anak yang kuat ya, Ray? " Gumam Adrian, menatap Putranya yang sedang menangis dari depan pintu. Adrian bahkan menyaksikan Eva, yang dengan susah payah menenangkan Rayyan dari tangisnya. " Kamu pasti capek, sini biar aku yang gantian menggendong Rayyan! " Adrian kini meraih tubuh Rayyan dari tangan Eva. " Tuan, maaf bukannya saya lancang. Tapi kata orang jaman dulu, kalau anak kecil sakit memang rewel. Katanya dia akan tenang kalau di gendong Papa-nya, " Ucap Eva, mengingat pepatah jaman dulu dari mendiang Neneknya. " Benarkah? Tapi kok Rayyan masih tetap nangis? " Adrian mencoba berbagai gaya menggendong bayi, sambil berharap Rayyan terdiam dan tak rewel. " Kata Nenek saya, Si Ayah harus menggendongnya dengan bertel*nj*ng d@da Tuan. Dengan begitu, hawa panasanya akan beralih ke tubuh anda. " Eva kembali meneruskan ucapannya yang belum selesai. " Pepatah macam apa itu? Beraninya kamu menyuruhku bertel*nj*ng d**a!!! " Sergah Adrian, menatap tajam Eva. " Ma, maafkan saya Tuan. Saya nggak bermaksud! " Eva terbata, menjawab ucapan Adrian. Ia merasa telah salah bicara, terhadap orang seperti Adrian. " Saya akan keluar, mencari air panas dulu Tuan. " Pamit Eva, keluar dari ruangan tersebut. Namun perkataannya hanya disahuti dengan tatapan tajam oleh majikannya. Kini Eva menghela napas, setelah keluar dari ruangan rawat inap Rayyan. " Huft, galak banget sih! Aku kan cuma bicara pepatah aja! " Gumam Eva, menggerutu. Saat ini Eva sedang menuju ke kantin untuk mencari air panas. Ia tak tahu, bahwa di dalam ruang perawatan Rayyan terdapat dispenser air panas. Sehingga membuat Eva berpikir mencari air panas, untuk membuat s*su formula. Tak lama kemudian, Eva pun berhasil mendapat air panas. Ia lantas kembali ke Ruangan dimana Rayyan di rawat. Tanpa mengetuk pintu, Eva masuk begitu saja. Siapa sangka, rupanya Adrian melakukan sesuatu yang di bicarakan Eva tadi soal pepatah. Kedua mata Eva membelalak sempurna, ketika melihat majikannya menggendong Rayyan, tanpa mengenakan b*junya. Sejenak Wanita itu menelan salivanya. " Apa lihat-lihat? " Gertak Adrian, menatap sinis Eva. ** Next-&
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD