Chapter 10

1393 Words
“Yashhh!” seru Alasya ketika berhasil mengalahkan lawannya dalam permainan tinju online. Dan ini adalah kemenangannya lima kali berturut-turut sejak ia mulai main satu jam yang lalu. “Kenapa aku bisa sehebat ini?” tanya Alasya yang merasa bangga pada dirinya sendiri. “Omong-omong, kenapa mereka ribut sekali?” tanyanya bingung. Pasalnya, grup chat-nya terus menampilkan notifikasi masuk sejak beberapa saat yang lalu. Karena penasaran, Alasya pun memutuskan untuk mengecek grupnya. White Cat : Kalian sudah lihat berita hari ini? Blue Hat : Berita apa? White Cat : Berita tentang daftar koruptor itu. Green Fly : Aku baru saja melihatnya. Red Spider : Aku juga. Blue Hat : Aku belum. Memang kapan beritanya diterbitkan? White Cat : Pagi ini dan beritanya sudah menyebar ke seluruh dunia. Semua orang juga mulai membicarakan berita itu. Bahkan sudah ada beberapa orang yang berencana untuk melakukan demo. “Oh! Lebih lambat dari dugaanku,” gumam Alasya. “Tentu saja. Orang-orang yang berada di dalam daftar itu pasti berusaha menutup jalur media agar kebusukan mereka tetap terjaga,” ujarnya. “Ck ck ck. Dasar orang-orang tidak punya otak. Kalian pikir bisa menutupi hal itu selamanya?” decak Alasya. “Tapi, kenapa chat mereka sampai ratusan begini? Padahal mereka hanya membahas tentang berita itu,” gumamnya bingung. Karena malas membaca semua chat yang masuk, Alasya pun meninggalkan ruang obrolan tersebut dan melanjutkan permainan tinjunya selama berjam-jam. “Membosankan,” gumam Alasya. “Kenapa tidak ada satu pun dari mereka yang bisa mengalahkanku?” dengusnya seraya memutar kursinya ke kiri dan ke kanan dengan malas. Setelah puas bermain, Alasya pun memutuskan untuk beranjak dari kursinya menuju balkon. Merasakan angin sore menerpa kulitnya dan menerbangkan helai rambutnya. Pandangannya lalu mengarah pada jalanan kota Washington DC yang cukup ramai dengan kendaraan dan para pejalan kaki. Walaupun ia melihatnya dari jarak ketinggian yang lumayan jauh, tapi ia yakin akan hal itu. “Hari yang cerah untuk jalan-jalan sore,” gumam Alasya seraya mengulas senyum. Tanpa menunggu lama, Alasya kembali beranjak dari sana. Mengambil ponselnya yang berada di atas meja lalu turun ke lantai dasar tanpa mengganti pakaiannya yang hanya mengenakan hoodie dan celana jersey pendek. Karena ingin jalan-jalan sore, jadi Alasya tak perlu menggunakan kendaraannya. Sesampainya di lantai dasar, Alasya langsung keluar dari lift. Menyapa semua petugas gedung yang ia temui dengan ramah. Ia bahkan menyempatkan diri menggoda salah satu petugas kebersihan pria yang masih muda. Salah satu kegiatan menyenangkan yang ia sukai. “Sampai jumpa lagi, Tom,” pamit Alasya pada petugas kebersihan bernama Tom tersebut yang hanya dibalas dengan senyuman malu. “Sangat menggemaskan,” gumam Alasya kemudian terkekeh. “Sekarang aku harus ke mana?” tanyanya bingung saat ia telah tiba di depan gedung. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. “Ke sini saja,” putus Alasya kemudian berjalan ke arah kanan. Di sepanjang kakinya melangkah, Alasya terus memerhatikan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Sesekali, ia mengulas senyum saat melihat anak-anak yang bermain kejar-kejaran. “Karena sudah mulai masuk musim semi, udaranya jadi lebih dingin. Harusnya aku ganti baju dulu tadi,” decak Alasya sembari memasukkan kedua tangan ke dalam saku hoodie-nya. Sampai tak berapa lama kemudian, kaki Alasya berhenti ketika melihat seorang pria di seberang jalan tengah memotret sesuatu menggunakan kameranya. Sontak, Alasya mengulas senyum lebar. Dan pria itu adalah Aldebaran. Dari jarak beberapa meter, Alasya bisa melihat Aldebaran yang cukup sibuk dengan kameranya. Memotret sebuah objek kemudian mengeceknya. Memotret lagi kemudian mengeceknya lagi. Begitu terus selama beberapa saat. “Lagi-lagi pria itu,” gumam Alasya seraya bersedekap dadaa tanpa mengalihkan pandangannya dari Aldebaran. “Sebenarnya, ada berapa pekerjaan pria itu? Kenapa sekarang dia menggunakan kamera?” tanya Alasya. “Apa dia sangat miskin sampai harus memiliki lebih dari satu pekerjaan? Kalau begitu, kenapa beberapa hari lalu dia mau membayar belanjaanku tanpa diganti?” gumamnya bingung. “Selain menggemaskan, dia juga sangat membingungkan,” dengus Alasya. “Kuganti saja uangnya,” putusnya kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam saku hoodie-nya. Baru saja ia hendak mencari tahu nomor rekening Aldebaran, tiba-tiba jarinya terhenti. “Bukankah akan sangat aneh kalau aku tiba-tiba mentransfer uang ke rekeningnya? Bisa-bisa dia semakin curiga padaku.” “Menggantinya dengan uang tunai, aku juga tidak bawa uang.” “Haish! Kenapa dia selalu muncul di saat aku tidak bawa uang?” Drt... Drt... Drt... Perhatian Alasya teralihkan ketika merasakan ponselnya bergetar. Tanpa pikir panjang, ia segera mengecek ponsel yang berada di tangannya. Sebelah alisnya lantas terangkat saat menerima sebuah pesan dari pengirim anonim. Karena penasaran, Alasya langsung mencari tahu indentitas orang tersebut melalui ponselnya. Dimulai dari melacak alamat IP, sampai akhirnya ia menemukan siapa yang mengirim pesan padanya. “Oh~ Ternyata kau mau mencoba mengelabuiku dengan menggunakan ID baru, ya?” gumam Alasya menyeringai. “Baiklah. Kita lihat, apa yang kau inginkan kali ini,” ujarnya kemudian membuka pesan tersebut setelah memastikan kalau pesan itu aman untuk ia buka. “Apa ini?” tanya Alasya dengan kening mengerut. “Apa dia ingin menghinaku? Bahkan orang dengan kemampuan rendah juga bisa melakukan tugas ini dengan mudah!” Mengabaikan pesan tersebut, Alasya menyimpan ponselnya ke dalam saku lalu kembali memerhatikan Aldebaran yang masih sibuk mengambil gambar. “Omong-omong, sampai kapan dia akan mengambil gambar di sana? Apa dia tidak bosan mengambil gambar di tempat yang sama berulang kali?” Baru saja Alasya ingin melangkahkan kakinya menghampiri Aldebaran, tiba-tiba ponselnya kembali bergetar. Mengurungkan niatnya menghampiri Aldebaran, ia pun mengeluarkan ponselnya kembali lalu memeriksa pesan yang masuk. “Orang aneh. Apa-apaan dengan ID-nya? Honey_Bunny? Payah. Bahkan anak SD pun bisa membuat ID yang lebih bagus,” cibir Alasya kemudian membuka pesan dari ID Honey-Bunny tersebut. “Hm. Walaupun namanya cukup aneh, tapi dia memiliki misi yang bagus,” gumamnya sembari menganggukkan kepala. “Boleh dicoba.” Setelah menyimpan ponselnya ke dalam saku hoodie-nya. Alasya menengadahkan kepala untuk melihat Aldebaran yang masih setia di tempatnya. “Aku pergi dulu, Sayang. Hati-hati dengan pekerjaanmu. Banyak orang jahat di luar sana,” gumam Alasya seraya mengulas senyum tipis pada Aldebaran lalu beranjak dari sana kembali ke apartemen-nya untuk memberitahukan kabar gembira pada orang-orangnya. ------- Aldebaran meletakkan tasnya di atas sofa kemudian mendudukkan dirinya sendiri di lantai. Ia lalu memeriksa isi kamera yang sejak tadi ia pegang. Kali ini, Aldebaran baru saja pulang dari berburu foto dengan tema perkotaan. Jadi, ia memutuskan untuk pergi ke tengah-tengah kota yang cocok dengan temanya. Dan hasilnya lumayan. Ia berhasil mendapat beberapa foto yang ia inginkan. Setelah memeriksa semua hasil fotonya, Aldebaran beranjak dari sana menuju sebuah ruangan dengan lampu merah dan dipenuhi beberapa foto yang dijepit pada tali yang menggantung. Ruangan tersebut adalah ruangan khusus yang Aldebaran siapkan untuk mencuci foto yang ambil. Baru saja Aldebaran menutup pintu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Mengurungkan niat awalnya, ia pun kembali ke ruang tamu kemudian mengecek panggilan yang masuk ke ponselnya. Sekilas, kening Aldebaran mengerut saat melihat nomor baru tertera di sana. “Halo,” sapa Aldebaran setelah menjawab panggilan tersebut. “Halo. Apa ini dengan Pak Aldebaran?” sapa seorang pria di seberang telepon menggunakan bahasa Indonesia. “Benar. Dengan siapa aku berbicara?” tanya Aldebaran. “Saya Marcus Thuram, dari PT IIT. Saya mendapatkan kontak Anda dari Pak Heri,” jawab pria bernama Marcus tersebut. “Ada perlu apa Anda menghubungi saya?” tanya Aldebaran. “Kami sedang membutuhkan jasa Anda sebagai penerjemah. Karena ini merupakan tugas yang cukup rahasia, jadi kami harus bekerja dengan orang yang bisa kami percayai. Dan Pak Heri merekomendasikan Anda untuk tugas tersebut,” jelas Marcus. “Jika Anda bersedia, saya mengirimkan lokasi dan waktunya pada Anda. Anda juga tidak perlu khawatir dengan bayarannya. Kami selalu membayar dua kali lipat,” lanjutnya. “Tunggu,” ujar Aldebaran. “Kalau boleh tahu, siapa yang akan menjadi klien saya?” tanyanya. “Bapak Ardi Widoyonho, pemilik PT IIT. Beberapa hari lagi, Beliau akan tiba di Washington DC untuk bertemu rekan bisnis Beliau. Anda hanya perlu menerjemahkan seperti biasa. Tapi, satu hal yang harus Anda lakukan. Anda tidak boleh membocorkan apa pun yang Anda dengar saat berada di sana,” tutur Marcus. “Bagaimana? Apa Anda bersedia?” tanyanya. Selama beberapa saat, Aldebaran membisu memikirkan tawaran tersebut. Hingga akhirnya, setelah memikirkan semua konsekuensi berdasarkan ucapan Marcus, Aldebaran memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. “Kalau begitu, saya akan mengirimkan waktu dan lokasi pertemuannya pada Anda,” ucap Marcus. “Baik,” ujar Aldebaran kemudian memutuskan sambungan teleponnya. ------- Love you guys~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD